Sabtu, 19 Mei 2012

Peradaban Prasejarah Nusantara Tak Kalah dengan Eropa






Jakarta Situs megalitikum Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, merupakan situs megalitikum yang terbesar di Asia Tenggara. Dari permukaannya saja, itu membuktikan bahwa peradaban prasejarah di Nusantara tak kalah dengan Eropa.



“Sangat mungkin peradaban kita sama tinggi. Yang jelas homosapiens sudah ada di kepulauan Indonesia sejak 30.000 tahun yang lalu,” jelas salah analis sistem kompleks masyarakat purba, Hokky Situngkir kepada detikcom, Jumat (18/5/2012). Ia menambahkan apalagi ada banyak situs megalitikum yang tersebar di Jawa hingga Sumatera.


Namun sayangnya kekayaan warisan Nusantara tak didukung oleh pengetahuan tentang kehidupan prasejarah yang sebanding. Hokky mengatakan bahwa pengetahuan prasejarah kita bahkan tak sampai 1.000 tahun.


Salah satu anggota tim ekskavasi situs Gunung Padang ini memberi contoh pada tahun 1500 ada lukisan besar yang terkenal di dunia di sekolah Athena ciptaan Raphael. Dimana di saat yang sama di Bali juga ada lukisan yang sama tapi tidak terungkap, yakni lukisan Semaradana.


“Dua lukisan ini secara dimensi dan ukurannya sama. Artinya peradaban kita tidak kalah dengan Eropa,” ceritanya.


Hokky menambahkan pengetahuan tentang sejarah dan prasejarah sangatlah penting. Secara nasional, ini akan membuat kita bangga sebagai sebuah bangsa.


“Selama ini peradaban prasejarah hanya terpusat di belahan bumi utara dan Mesir, padahal di Nusantara kita memiliki hal yang sama,” tutur Hokky.


Sementara saat ini situs Gunung Padang sedang dalam proses ekskavasi atau penggalian untuk menguak warisan teknologi di dalamnya. Hokky berharap penggalian ini akan bisa melacak peradaban Nusantara hingga mencapai puluhan ribu tahun yang lalu. Menurutnya hal itu bisa dicapai bila ekskavasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan interdisipliner.


“Untuk mencapai angka puluhan ribu tahun yang lalu, pendekatannya tidak boleh monodisipliner, tapi interdisipliner. Ada banyak ilmu yang harus dilibatkan. Antropologi, sejarah, fisika, klimatologi atau bahkan arkeoastronomi,” pungkasnya.


Kini pilihannya adalah menggali lebih dalam atau mengubur rapat-rapat warisan ini. Warisan yang besar kemungkinan merupakan cikal bakal identitas Nusantara.

(mpr/mpr)

Sukma Indah Permana - detikNews