Dibalik itu semua, siapa yang menyangka ternyata pada masa penjajahan, Tanah Karo menjadi salah satu basis daerah perlawanan kepada kolonial Belanda. Bahkan perlawanan itu terus berlanjut hingga masa kemerdekaan. Pada saat terjadinya agresi militer Belanda pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan serangan ke seluruh sektor pertempuran Sumatera Timur, Medan Area, dan juga Tanah karo sebagai daerah penyangga. Namun serangan tersebut mendapat perlawanan dari para pejuang bersama pemuda pemudi Karo, dengan gagah berani melawan agresi militer Belanda tersebut. Meski perjuangan itu harus dibayar mahal dengan harta dan jiwa raga. Tidak sedikit pejuang kemerdekaan dari Tanah Karo yang gugur di medan perang. Sebuah bentuk pengorbanan yang memerlukan komitmen, integritas dan pengabdian yang ditopang oleh disiplin baja dalam menegakkan harga diri bangsa.
Salah satu aksi heroik dan pengorbanan masyarakat Karo dalam mempertahankan kemerdekaan adalah “Taktik Bumi Hangus”.
Sehari sebelum tentara Belanda menduduki Kabanjahe dan Berastagi, para pejuang dibantu masyarakat sekitar melaksanakan taktik bumi hangus, seluruh bangunan di kota Kabanjahe, Berastagi, serta 51 Desa di Tanah Karo dibakar menjadi lautan Api. Aksi bumi hangus tersebut dilakukan untuk menghambat pergerakan militer Belanda dan mengamankan perjalanan wakil presiden Muhammad Hatta, yang akan melanjutkan perjalanan ke Bukit Tinggi. Rute yang dilalui Bung Hatta adalah Berastagi-Merek-Sidikalang-Siborong-borong-Sibolga-Padang Sidempuan dan Bukit Tinggi. Saat itu Belanda sudah menduduki Pematang Siantar dan akan menduduki Kabanjahe dan Berastagi keesokan harinya.
Taktik bumi hangus tersebut merupakan salah satu bentuk pengorbanan rakyat Karo dalam mempertahankan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Rakyat dengan sukarela membakar apa saja yang dimiliki termasuk kampong halama dengan segala isinya semata-mata hanya untuk menunjukkan rasa cinta kepada tanah air.
Melihat pengorbanan rakyat dan pejuang-pejuang di Tanah Karo begitu besar, sesampainya di Bukit Tinggi, wakil presiden Drs. Mohammad Hatta kemudian menulis surat pujian kepada rakyat Karo, sebagai berikut :
Bukit Tinggi, 1 Januari 1948
“Kepada Rakyat Tanah Karo Yang Kuncintai”.
Merdeka!
Dari jauh kami memperhatikan perjuangan Saudara-saudara yang begitu hebat untuk mempertahankan tanah tumpah darah kita yang suci dari serangan musuh. Kami sedih merasakan penderitaan Saudara-saudara yang rumah dan kampong halaman habis terbakar dan musuh melebarkan daerah perampasan secara ganas, sekalipun cease fire sudah diperintahkan oleh Dewan Keamanan UNO. Tetapi sebaliknya kami merasa bangga dengan rakyat yang begitu sudi berkorban untuk mempertahankan cita-cita kemerdekaan kita. Saya bangga dengan pemuda Karo yang berjuang membela tanah air sebagai putra Indonesia sejati.
Rumah yang terbakar, boleh didirikan kembali, kampung yang hancur dapat dibangun lagi, tetapi kehormatan bangsa kalau hilang susah menimbulkannya. Dan sangat benar pendirian Saudara-saudara, biar habis segala-galanya asal kehormatan bangsa terpelihara dan cita-cita kemerdekaan tetap dibela sampai saat yang penghabisan. Demikian pulalah tekad Rakyat Indonesia seluruhnya. Rakyat yang begitu tekadnya tidak akan tenggelam, malahan pasti akan mencapai kemenangan cita-citanya.
Di atas kampung halaman saudara-saudara yang hangus akan bersinar kemudian cahaya kemerdekaan Indonesia dan akan tumbuh kelak bibit kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Karo, sebagai bagian dari pada Rakyat Indonesia yang satu yang tak dapat dibagi-bagi.
Kami sudahi pujian dan berterima kasih kami kepada Saudara-saudara dengan semboyan kita yang jitu itu: “Sekali Merdeka Tetap Merdeka”.
Saudaramu,
MOHAMMAD HATTA
Wakil Presiden Republik IndonesiaSebagai generasi muda Karo saya patut merasa bangga. Betapa selama ini saya telah lahir dan dibesarkan di Tanah Pejuang, Tanah Karo Simalem. Kenyamanan dan kebebasan yang selama ini saya nikmati tidak lepas dari perjuangan gagah berani dan rela berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Taman Makam Pahlawan Kabanjahe yang terletak di tengah-tengah Kota Kabnjahe senantiasa menjadi monumen peringatan aksi-aksi heroik pejuang di Tanah Karo. Ditambah lagi dengan pemakaian nama-nama pahlawan di ruas-ruas jalan di Kabanjahe dan Berastagi (2 kota terbesar di Kabupaten Karo) semakin mempertegas kepada siapa saja bahwa Tanah Karo adalah daerah pejuang. Nama-nama seperti Letnan Mumah Purba, Kapten Bangsi Sembiring, Letnan Rata Perangin-angin, Kapiten Purba, Kapten Pala Bangun, Nabung Surbakti, Kapten Maryam Ginting, Kapten Bom Ginting, Kapten Selamat Ketaren, Letnan Abdul Kadir (Suku Melayu yang bertempur di Karo), Kapten Upah Tendi Sebayang, Kapten Sukaraja Munte kini diabadikan menjadi nama jalan yang ada di Kota Kabnjahe dan Brastagi. Begitu juga dengan nama Letjend Djamin Ginting yang diabadikan menjadi ruas jalan terpanjang di Tanah Karo yang menghubungkan Kota Kabanjahe – Brastagi – Medan.
Ya semoga dengan demikian semangat kepahlawanan, rela berkorban, dan cinta tanah air tersebut dapat terus dijaga dan dipertahankan untuk melepas belitan permasalahan yang hingga saat ini masih terus membelenggu bangsa kita yang tercinta, INDONESIA.
Mejuah-juah ! ! !Wahyu.sitepoe