Siapa yang sudah pernah ke Yogyakarta, pasti tahu monumen yang satu ini yang berada di Sudut jalan Malioboro yang berdekatan dengan benteng Vredebeg. Monument ini dibuka untuk umum, disana terdapat patung tentara pelajar ketika penyerangan agresi militer dengan Belanda di Yogyakarta. Selain itu terdapat relief-relief disetiap didinding yang menggambarkan tentang terjadinya agresi militer. Didepan patung terdapat panggung yang biasa digunakan untuk acara tertentu dan halaman yang luas.
Dari monument ini kita dapat mengambil nilai sejarah yang amat dalam, rasa nasionalisme kita terbangun ketika kita mengunjungi tempat ini dan mencari tahu sejarah perisriwa ini. Tanggal 3 januari 1946, dalam siding Kabinet RI diambil keputusan penting untuk memindahkan Ibukota Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Keputusan ini diambil atas saran dan pertimbangan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang prihatin melihat kondisi Jakarta sangat tegang, karena baying-bayang Belanda yang ingin menguasai Indonesia lagi. Sejak pindah ke Yogyakarta, sehari setelahnya yaitu tanggal 4 Januari 1946, mulalilah babak baru perjuangan mempertahankan Indonesia dengan kekuatan rakyat yang sebenarnya.
Sejarah singkat tentang peristiwa serangan umum 1 Maret 1949 adalah peristiwa yang sangat memalukan bagi Belanda karena serangan yang dilakkan Indonesia ersifat besar-besaran, serentak dan mendadak yang dilaksanakan pada siang hari. Serangan seperti itu tak mungkin terjadi tanpa adanya koordinasi dan komando yang efektif. Hal ini menjungkir balikan propaganda Belanda, bahwa RI dan TNI telah tiada. Belanda begitu meremehkan TNI, tampak dari bagaimana mereka melakukan propaganda pada PBB dengan mengundang Komisi Tiga Negara dating langsung ke Yogyakarta, untuk menyaksiskan tentara Belanda melaksanakan pembersihan ekstrimis pada malam hari. Apa yang disebut-sebut ekstrimis ternyata berubah menjadi kesatuan tentara yang terorganisir yang merupakan ciri dari pasukan tempur sebuah Negara yang berdaulat.
Ketika tiba-tiba terjadi serangan oleh ribuan geriliyawan disiang hari, tanpa perlawanan berarti Belanda pun merasa dipermalukan. Karena para geriliyawan yang sering disebut ekstrimis berhasil melakukan serangan yang gencar dan terkoordinasi disiang hari. Lagiula, tidak ada satupun pimpinan pejuang RI yang tertawan. Serangan Oemoem 1 Maret 1949 membuktikan bahwa TNI masih ada. Pihak internasional perlu untuk segera mengetahuinya. Keberhasilan Serangan Oemoem 1 Maret 1949, segera dipancar luaskan dari stasiun pemancar radio AURI PC. 2 di Banaran Playen Gunung Kidul, yang dipimpin Kapten Budihardjo ke bukit tinggi-Rangon- New Delhi dan diterima oleh perwakilan pemerintah RI. Dalam catatan pemerintah Belanda, TNI dan pejuang yang gugur dalam SO ! Maret 1949 sebanyak 382 orang, ada pun dari tentara Belanda yang tewas sekitar 200 orang.
Zhola Cholik