Kamis, 31 Mei 2012

Guru Bangsa : Haji Agus Salim

Salah satu pahlawan nasional yang kita kenal ialah Haji Agus Salim. Beliau sangat besar perannya dalam usaha kemerdekaan Indonesia dan memeprtahankan kemerdekaan Indonesia. Belau berjibaku dengan tokoh-tokoh nasional lain untuk melawan kekejaman kolonialisme Belanda dan Jepang demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Dengan kecerdikan dan kecerdasannya, Agus Salim dapat memanfaatkan setiap peluang yang diberikan Belanda untuk menambah pengetahuannya. Ketika Agus Salim dikirim ke Timur Tengah oleh Belanda, beliau memanfaatkan hal terssebut untuk lebih menambah pengetahuannya dengan belajar kepada seorang Seykh di Arab Saudi. Dari situlah beliau mulai perjalanannya di dunia internasional. Setelah kembali ke Indonesia beliau berjuang melawan kolonialisme Belanda dengan cara kooperatif sehingga beliau tak pernah ditanggkap Belanda. Agus Salim di masa kemerdekaan juga tak kalah perannya dikala perjuangan kemerdekaan bagi Indonesia. Dapat dikatakan peran Agus Salim di masa kemerdekaan cukup vital. Beliau dengan susah payah mengenalkan Indonesia di dunia internasional dan memcari dukungan atas kemerdekaan Indonesia. Agus Salim seorang yang cerdas dan diplomat ulung. Kita beruntung pernah memiliki seorang Agus Salim yang kredibilitanya tidak hanya diakui secara nasional namun juga diakui masyarakat internasioanal. Semoga kedepannya sosok-sosok Agus Salim baru dapat muncul ditengah-tengah masyarakat kita yang diselubungi kegundahan.

1. Sekilas Haji Agus Salim

Haji Agus Salim dikenal dengan nama kecil Masyhudul Haq yang berarti “pembela kebenaran”. Dialahirkan tanggal 18 Oktober 1884 di Kota Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat dari pasangan Soetan Salim gelar Soetan Mohamad Salim dan Siti Zainab. Ketika Masyhudul kecil, ia diasuh oleh seorang pembantu asal Jawa yang memanggil anak majikannya “den bagus”, yang kemudian dipendek jadi “gus”. Kemudian teman sekolah dan guru-gurunya pun ikut memanggilnya “Agus”.

Pendidikan dasar Agus Salim ditempuh di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak-anak Eropa, kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burger School (HBS) di Batavia. Ketika lulus, ia berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda. Setelah lulus, Agus Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi pertambangan di Indragiri. Agus Salim juga pernah mengajukan permohonan beasiswa untuk belajar kedokteran di negeri Belanda. Tampaknya permohonan ini ditolak, para gurunya mengusahakan agar Agus Salim mendapat beasiswa di STOVIA (School tot Opleiding van Inlansche), namun hal ini juga gagal. Sesungguhnya dalam respondensi antara R. A. Kartini dan Nyonya Abendanon, nama Agus Salim disebut-sebut. R. A. Kartini mengusulkan kepada Nyonya Abendanon agar beasiswa pendiikan sebesar 4.800 gulden kepada R. A. Kartini dapat dialihkan kepada pemuda bernama Agus Salim, juara pada ketiga HBS tersebut. Namun dalam kenyataannya tidak terjadi pengalihan beasiswa tersebut. Pada tahun 1905, Snouck Hurgronye mengusulkan kepada pemerintah Belanda eksperimen penempatan tenaga pribumi pada perwakilan Belanda di luar negeri. Kemudian tahun 1906, Agus Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja di Konsulat Belanda di sana. Di Jeddah Agus Salim bekerja sebagai penerjemah dan mengurus urusan haji. Pada periode inilah ia memperoleh kesempatan untuk mempedalm ilmu agama (Islam), Agus Salim berguru pada Syeh Ahmad Khatib, yang masih merupakan pamannya.

Selama kurang lebih enam tahun Agus Salim berada di Arab Saudi. Akhirnya tahun 1911, Agus Salim pulang ke Indonesia. Kepulangannya dari Tanah Suci ini boleh dikatakan sebagai titik tolak perjuangannya melawan Belanda. Agus Salim sempat bekerja pada dinas pekerjaan umum. Namun, ia keluar dari birokrasi Belanda dan mendirikan sekolah swasta di kampungnya di Kota Gadang. Hal ini hanya sebentar, Agus Salim kemudian berangkat lagi ke Jakarta dan selanjutnya terjun ke dunia politik melalui Syarikat Islam (menjadi ketua bersama dengan HOS Tjokroaminoto) dan menjadi Ketua Partai Serikat Islam Indonesia. Karena keaktifan dan kepandainnya itulah, ia diangkat menjadi anggota Pengurus Pusat. Ia merupakan salah seorang tokoh yang mengupayakan pembersihan organisasi dari ideologi komunisme yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Agus Salim juga mencoba berbagai pekerjaan selama di Jakarta baik di organisasi politik maupun di pemerintahan. Agus Salim beberapa kali menjadi pengelola surat kabar dan sangat produktif menulis baik tajuk rencana maupun artikel lainnya. Agus Salim kemudian juga terjun ke dunia jurnalistik sejak tahun 1915 di Harian Neratja sebagai Redaktur II. Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Menikah dengan Zaenatun Nahar dan dikaruniai 8 orang anak. Kegiatannya dalam bidang jurnalistik terus berlangsung hingga akhirnya menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta. Kemudian mendirikan Surat kabar Fadjar Asia. Dan selanjutnya sebagai Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO).

Semasa penjajahan Belanda, Agus Salim memang tidak pernaah ditangkap Belanda. Baru setelah Indonesia merdeka ia beberapa kali diasingkan bersama dengan pemimpin nesional lainnya. Hal ini dimungkinkan karena gaya bahasa Agus Salim yang kritis dan tajam, tetapi disampaikan secara halus tapi cerdas.

2. Agus Salim Islam Moderat ?

Agus Salim mendapat pengajaran Islam yang cukup kuat ketika Agus Salim berada di Jeddah, ketika itu ia berguru kepada Syeh Ahmad Khatib. Salah satu peran ia sebagai Ulama, Agus Salim ikut aktif selama duduk pada Panitia Sembilan yaitu memperjuangkan dihapusnya tujuh kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk - pemeluknya”. Keberhasilan Agus Salim ini mengecewakan Soekarno yang sejak awal mendukung terbentuknya Indonesia sebagai negara Islam. Peristiwa ini adalah sejarah besar karena menempatkan Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi modern yang tidak menempatkan salah satu agama sebagai agama negara namun tetap mengacu pada syariat Islam.

Agus Salim sebagai ulama besar di Indonesia menyarankan agar masyarakat selalu mengikuti Al Quran dan Sunnah Rasul dan karena itu Agus Salim menekankan perlunya pemberdayaan masyarakat melalui gerakan - gerakan swadaya masyarakat. Ia menentang pembedaan antara pria dan wanita yang dilakukan dengan membuka tabir pembatas tempat duduk pria dan wanita. Agus Salim adalah penganut paham “Memimpin adalah Menderita, Memimpin adalah Melayani”. Ia juga menolak pandangan yang membagi dunia menjadi dua antara Islam dan Non-Islam. Ia melihat bahwa dunia Islam dan dunia Barat adalah dua buah sumber daya yang harus dimanfaatkan.

Di dalam kuliah Agus Salim di Cornell University tahun 1953 sudah membicarakan mengenai pentingnya modernitas Islam, pluralisme dan pemahaman Jihad yang bukan semata-mata perjuangan fisik yang bila harus didefinisikan berarti kerja keras untuk membela kebenaran bukan menyerang atau agresi.

Agus Salim berkata bahwa dalam Al Quran ada tiga kata yang yang merupakan satu akar dengan jihad, yakni ’juhd-un yang mengarah pada pengertian kerja keras; kedua, ijtihad yang lebih menunjuk kesungguhan dari segi pemikiran atau intelektualitas; ketiga, mujahadah, dalam arti mengarah pada spiritual exercise, sebuah olah rohani yang sungguh- sungguh yang biasa dilakukan kaum sufi.

3. Kiprah Internasional Agus Salim

Kiprah di dunia internasional Agus Salim sebenarnya sudah dirintas sejak ia bekerja di konsulat Belanda di Timur Tengah. Kemahiran Agus Salim dalam komunikasi internasional terus ia praktikkan ketika Indonesia merdeka. Ini didukung oleh kemahiran bahasa, ia menguasai sembilan bahasa asing, seperti Belanda, Inggris, Jerman, Perancis, Arab, Turki, dan Jepang dikuasainya selain bahasa Idonesia dan bahasa daeah. Sebagai bukti Agus Salim beberapa kali menduduki Menteri Luar Negeri di beberapa kabinet pada masa awal kemerdekaan.

Tahun 1929, Agus Salim diangkat sebagai penasehat teknis delegasi Serikat Buruh Negeri Belanda dalam Konferensi Buruh Internasional di Jenewa, Swiss. Dalam konferensi itu, ia mendapat kesempatan untuk berpidato dalam bahasa Perancis yang fasih. Banyak anggota delegasi yang kagum karena kemampuannya berbahasa dan berpidato sehingga sangat menikkan nama Indonesia dalam forum internasional.

Pada tahun 1947 Agus Salim bersama beberapa tokoh nasional lainnya dapat dianggap berjasa dalam pengakuan negara-negara Arab atas kemerdekaan Indonesia. Sebelumnya, selama 3 bulan mereka mengembara di Timur Tengah dengan kondisi keuangan yang sangat terbatas sebagai utusan negara yang baru merdeka.

Setelah menjadi dosen tamu di Universitas Cornell ia mampir dulu di Washington dan bertemu dengan warga Indonesia. Ia memberikan pesan kepada pemuda yang masih relevan dengan kondisi kita sekarang, “ Begitu pula di Tanah Air kita. Janganlah pemuda-pemuda Indonesia bimbang tentang adanya berbagai-bagai partai. Bukan uniformitas yang mencapaikan tujuan yang tinggi-tinggi, tetapi besef , kesadaran tentang unitas (unity) dalam berlain-lainan asas, dalam berlain-lainan pendapat, satu bangsa, satu Tanah Air, selamat sama selamat, celaka sama celaka. Bukan satu saja, bukan uniform, tapi gerich of het gemeenschappelijk nut, bertujuan pada keselamatan bersama karena keselamatan masing-masing yang tidak membawa keselamatan bersama tidak akan tercapai “.

Menurut Prof. George Kahin yang pernah mengundang Agus Salim dan Ngo Dinh Diem makan di ruang dosen Cornell University. Waktu itu Agus Salim sebagai pembicara tamu di Universitas tersebut sedangkan Ngo Dinh Diem saat itu sedang mengumpilkan dukungan bagi Vietnam Selatan. Tokoh yang terkenal jago omong itu kemudian menjadi Perdana Menteri di negerinya. Prof. George Kahin terperangah karena kedua tokoh itu ternyata sudah asyik berdebat dalam bahasa Perancis. Ternyata Agus Salim dapat membuat Ngo Dinh Diem menjadi pendengar saja. Hal ini dikarenakan kemampuan bahasa dan keluasan ilmu pengetahuan sehingga ia menguasai suatu diskusi atau percakapan. Ketika mengajar di Cornell. Agus Salim tidak melupakan kebiasaannya menghisap rokok kretek. Sehingga para muridnya menjadi tidak asing lagi dengan bau eksotik itu.

Agus Salim tidak minder dalam berhadapan dengan tokoh asing. Ketika mewakili Presiden Soekarno menghadiri upacara penobatan Ratu Elizabeth tahun 1953, ia agak kesal dengan suami ratu yaitu Pangeran Philip yang kurang perhatian terhadap tamu asing yang datang dari negeri-negeri yang jauh. Agus Salim menghampiri dan mengayun-ayunkan rokok kretek di sekitar hidung sang pangeran. Agus Salim pun mengajukan sebuah pertanyaan “Apakah Paduka mengenali aroma roko ini?” Dengan ragu-ragu menghirup roko itu, sang pangeran mengakui tidak mengenal aroma tersebut. Agus Salim pu dengan tersenyum berujar, “Itulah sebabnya 3000 atau 400 tahun yang lalu bangsa Paduka mengarungi lautan mendatangi negeri saya”. Maka suasana menjadi mencair, sang pangeran mulai ramah meladeni tamunya.

Sudah dipaparkan diatas bahwa Agus Salim adalah diplomat yang sangat ulung. Walaupun demikian dia hidup sederhana dalam kesehariannya. Bahkan Schermerhon memiliki kesan yang mendalam terhadap Agus Salim. Dalam Het dagboek van Schermerhoon (Buku Harian dari Schermerhoon), ia menggambarkan Agus Salim: “Orang tua yang sangat pandai ini adalah seorang yang jenius. Ia mampu bicara dan menulis secara sempurna sedikitnya dalam 9 bahasa. Kelemahannya hanya satu: ia hidup melarat.”

Berdamai dengan kemelaratan seolah telah menjadi pilihan hidupnya. Itu dibuktikannya pada 4 November 1954, saat bapak pendiri bangsa tertua itu menutup mata selamanya. Tak ada warisan harta dan kemilau materi yang diwariskan kepada anak-anaknya. Hidup sederhana seolah telah “dihitung” sang diplomat tua sejak jauh hari. Sejak ia memutuskan ke luar dari pekerjaannya yang bergaji besar di PID.

Agus Salim merupakan tokoh yang cerdas dilahirkan dari keluarga yang sangat mendukung ia untuk bersekolah. Berkat keseriusan Agus Salim dalam menuntut ilmu, ia menjadi lulusan terbaik sekolah Belanda di seluruh Hindia Belanda. Ia kemudian memohon beasiswa kepada pemerintah Belanda namun ditolak. Ia tidak putus arang, Agus Salim kemudian bekerja di Indragiri. Namun beberapa waktu kemudian ia dikirim pemerintahan Belanda ke Timur Tengah untuk bekerja di Konsulat Belanda. Inilah yang akan tonggak awal kiprah Agus Salim di dunia internasional. Setelah ia pulang dari luar negeri ia berjibaku dengan tokoh nasional lain untukmelawan pemerintahan Belanda. Akhirnya perjuangan Agus Salim dan kawan-kawannya mebuahkan hasil kemerdekaan bagi Indonesia. Setelah itu beliau menjadi diplomat bagi pengakuan kemerdekaan Indonesia di dunia internasional. Agus Salim juga pernah beberapa kali menjadi Menteri Luar Negeri. Ia juga sering membanggakan Indonesia di forum-forum internasional. Kita sebagai penerus bangsa hendaknya meteladani sifat-sifat dari pahlawan-pahlawan kita.

Referensi :

Adam, Asvi Warman. 2009. Membongkar Manipulasi Sejarah, Kontroversi Pelaku dan Peristiwa. Jakarta: Kompas Media Nusantara.

Anonim. 2009. Haji Agus Salim: Diplomat Hidup Sederhana. http://esq-news.com/2009/04/29/149/haji-agus-salim-diplomat-hidup-sederhana.html, diakses tanggal 2 Januari 2012.

Anonim. Haji Agus Salim. http://www.pelaminanminang.com/tokoh-minangkabau/haji-agus-salim.html, diakses tanggal 2 Januari 2012.

J. B. Soedarmanta. 2007. Jejak-jejak Pahlawan, Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Vicky Verry Angga