Jumat, 22 Juni 2012

Menelusuri Jejak Fatahillah Sang Ulama, Jenderal Pendiri Kota Jakarta!

Menelusuri jejak -jejak Fatahillah “Sang Ulama”Penaehat Sultan dan Komandan angkatan perang Kerajaan Demak itu kelihatannya sanghat menarik bagi para sejarawan ,meskipun kerapkali diliputi misteri terkait perebutan kekuasaan dikalangan internal dinasti Demak waktu itu .

Namun demikian Fatahillah yang sejak lama sudah bersahabat dengan kerajaan Demak karena pernah bersama-sama bahu membahu dengan Demak dalam mempertahankan nusantara dari invasi Portugis, sebagai Komandan kerajaan Aceh sudah lama mengenal Patih Yunus,Sultan Demak .Beberapa kali keduanya memimpin angkatan perangnya untuk mengusir Portugis di Malaka.Bahkan dalam suatau pertempuran laut yang hebat,Patih Yunus gugur lalu Fatahillah menarik mundur pasukannya.

Kegagalan serangan koalisi muslim terhadap Portugis di Malaka,menyebabkan terjadi kemunduran dan stagnasi di kedua pihak.Namun demikian Hendrique de lome terus mendesaknya sehingga Samudera Pasei tahun 1521 berhasil didudukinya,dan Fatahillah pergi ke Timur tengah untuk mencri dukungan Turki Usmany.Sementara di kerajaan Demak terjadi perebutan kekuasaan antara keturuman Patih Yunus,Sekar Sedo Lepen dengan keturunan Trenggono,Raden Prawoto tahun 15 22 .

Setelah beberapa tahun Fatahillah di Timur Tengah sambil mencari dukungan Turki beliau juga dengan tekun memperdalam ilmu pengetahuannya disana,baru kemudian kembali ketanah tumpah darahnya di Aceh Utara.Ketika Fatahillah mendengar berita,bahwa daerah kelahirannnya ,Pasai telah diduduki Portugis maka ia meneruskan pelayarannya terus ke Demak tahun 1522.Di Demak ia diangkat menjadi penasehat Sultan sekalikgus sebagai pejabat militere teretinggi di Kerajaan Demak,yang selanjutnya menikahi janda Patih Yunus,Ratu Ayu.Sebagai salah satu strategi untuk menyatukan kembali dinasty kerajaaan islam yang pertama di Pulau Jawa tersebut.

Sedangkan Portugis pada tahun 1522 menandatangani”Pacta Pertahanan”dengan Kerajaan Sunda,dalam konteks menghadapi pengaruh kekuasaan muslim di Nusantara.Fatahillah yang oleh Portugis disebutnya Falatehan sebagai Jenderal Demak pada tahun 1526 menguasai Banten,dan berikutnya menguasai Sunda Kalapa dan merubahnya namanya menjadi Jayakarta,22 Juni 1527.Dan tanggal ini kemudian diabadikan sebagai hari jadi kota Jakarta. Strategi Fatahillah dengan menguasai kedua bandar pelabuhan penting Banten lama dan Sunda Kalapa ,sebelum perjanjian Pakta Pertahanan Pajajaran-Portugis terealisasikan. Meskipun angkatan bersenjata Portugis dan Pajajaran mengadakan perlawanan keras,tetapi Fatahillah berhasil merontokkannya.

Fatahillah(orang Jawa menyebutnya Wong Ageng Pasei)sebagai ulama juga terus menyiarkan syiar Islam keberbagai wilayah,yang semakin meningkat pasca berhasil mendirikan Kerajaan Banten,dan putranya Hasanudin menjadi Sultan banten yang pertama.Hasanuddin ini merupakan putra Fatahillah dari isterinya dengan pitri Sabakingking,salah seorang bangsawan Banten.Selanjutnya Fatahillah menetap di Cirebon dan wafat disana ,lalu dimakamkan di Gunung Jati karenanya ada juga yang menyebutnya Sunan Gunung Jati.

Fatahillah menjelang akhir masa pemerintahan Sultan Trenggono tidak mencampuri urusan politik kerajaan Demak ,dan setelah Sultan trenggono gugur tahun 1546 kononnya diracuni oleh salah seorang keturunan Majapahit.Kekosongan kekuasaan yang mendadak sebagaimana hal serupa tahun 1522 ,maka krisis politik kembali terjadi sehingga kudeta militer di kerajaan Demak tidak terelakkan.Perebutan kekuasaan iotupun terjadi antara keturunan Patih Yunus dan Trenggono,Raden Prawoto tewas oleh Arya penangsang.Namun selanjutnya kerajaan Demak beralih dari Demak ke Pajang,yang merupakan awal dari beridirnya Mataram. Karena K.Gede Pamahanahan merintisnya sehingga melahirkan kerajan baru,Mataram yang berpusat di kota gede Yogyakarta.

Kota Jayakarta selamnjutnya berubah namanya lagi menjadi Batavia tahun 1619 oleh Jeen Pieter Zoon Coen,suatu nama yang kononnya diambil dari Republik Batav ,nama Belanda disaat dikuasai oleh Napoleon Bonaparte .Kemudian dimasa kemerdekaan berubah namanya lagi menjadi Jakarta ,sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.


Muhammad Nurdin