Hari itu penduduk kota Constantinopel di landa ketakutan yang luar biasa. Aktifitas sehari-hari warga kota yang menjadi ibu kota imperium Romawi Timur itu, meski terbilang masih normal, namun selalu di hantui oleh perasaan waswas yang mencekam. Bahkan di gambarkan bahwa ketika mereka mendengar sedikit saja suara yang dianggap mencurigakan, mereka lantas berlari dan berteriak “itu pasukan Turki telah datang…!”
Constantinopel memang berbatasan langsung dengan wilayah Khilafah Turki Usmani. Saat itu Sultan Turki Usmani, Bayazid I bersama ratusan ribu tentaranya mengepung benteng constantinopel dengan sangat rapi. Ia berhasil memberikan tekanan yang dahsyat kepada Kaisar dan para pembesar Istana Bizantium untuk segera takluk dan menyerahkan kota yang di janjikan Nabi itu kepada Bayazid dan kaum muslimin. Ia bersama bala tentaranya sudah berada di ambang kemenangan. Constantinopel sudah hampir takluk di bawah kilatan pedangnya. Kaisar Romawi Timur bahkan sudah sampai menerima tuntutan sultan untuk membentuk mahkamah islam, membangun masjid, dan membangun tujuh ratus rumah untuk warga muslim di dalam kota. Namun Sultan tidak puas untuk hanya sampai disitu. Ia tetap berambisi untuk menjadikan constantinopel bagian dari wilayah islam seutuhnya. Pada detik-detik kemenangan itu, tiba-tiba kejadian yang tak terduga terjadi. Penguasa Islam di Samarkand, Timurlenk bersama delapan ratus ribu tentaranya menyerang wilayah Turki Usmani di tengah pengepungan Sultan terhadap constantinopel. Kondisi ini memaksa Sultan dan pasukannya untuk mengalihkan serangannya demi menghadang musuh yang tiba-tiba muncul dari belakang.
Timurlenk adalah Raja Islam keturunan Tartar yang berkuasa di Samarkand.Walaupun muslim, namun ia terkenal dengan kekejamannya pada saat berperang. Ketika berhasil mengalahkan musuhnya, ia biasa menumpuk tengkorak-tengkorak musuh menjadi sebuah piramida. Ia menguasai wilayah yang sangat luas. Ambisinya adalah menjadi Raja di dunia. Ini tercermin dari motto yang selalu di ucapkannya berulang-ulang “jika di langit hanya ada satu Tuhan, maka di bumi harus ada satu raja” Timurlenk dan Bayazid, keduanya sama-sama memiliki ambisi kuat untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Sempat terjadi surat menyurat yang sangat panas antara keduanya. Hingga akhirnya meletuslah perang yang sangat besar di Ankara pada tahun 1402 M. Perimbangan kekuatan antara keduanya tidak seimbang. Bayazid hanya membawa seratus dua puluh ribu tentara, sedangkan Timurlenk membawa delapan ratus ribu tentara. Situasi di perparah dengan banyaknya tentara Bayazid yang justru berpaling dan bergabung kedalam barisan Timurlenk. Praktis, Bayazid menderita kekalahan. Ia di tawan dan tewas di tengah perjalanan dalam kondisi yang mengenaskan.
Pihak yang paling di untungkan dari peristiwa ini adalah Bizantium dan Kerajaan-kerajaan Kristen di Eropa. Mereka bertepuktangan gembira menyaksikan dua Raja Islam yang saling memerangi satu sama lain. Raja-raja inggris, Prancis, dan Kaisar Bizantium sendiri segera mengucapkan selamat atas kemenangan yang di raih oleh Timurlenk. Bagi mereka Khilafah Turki Usmani adalah sebuah ancaman yang paling serius. Dengan kekalahan Bayazid di Ankara ini, situasi internal Turki Usmani menjadi kacau balau. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi Timurlenk untuk menyerang Turki Usmani adalah karena adanya provokasi dari pihak Raja-raja Eropa yang khawatir terhadap kebesaran Turki Usmani di Eropa. Merekalah yang sebenarnya memiliki kepentingan. Andai bukan karena serangan Timurlenk yang tiba tiba itu, dapat dipastikan bahwa Bayazid akan dapat menaklukan Constantinopel. Namun ternyata takdir berkata lain. Andai umat islam saat itu bersatu dalam satu barisan, mungkin daratan Eropa sudah habis di sapu bersih oleh kaum muslimin. Kisah sejarah diatas hendaknya kita jadikan sebagai sebuah pelajaran. Perpecahan hanya akan melemahkan umat islam dan menguntungkan pihak lawan. Mari bersatu membangun negeri dan menjayakan Islam di muka bumi ini!
Fahri Hidayat