Rabu, 04 Juli 2012

Arkeolog Maya Menggali Monumen Baru Terkait 2012

alt



Para arkeolog di lokasi La Corona, Guatemala telah menemukan teks 1.300 tahun Maya yang memberikan referensi kedua tentang "tanggal berakhirnya dunia" yang oleh kalender Maya disebutkan pada 21 Desember 2012.






Temuan ini, merupakan salah satu hiroglif paling signifikan dalam beberapa dekade dan telah diumumkan di Istana Nasional Guatemala, 28 Juni lalu.



"Teks ini menyingkap sejarah politik kuno--bukan nubuat atau ramalan," kata Marcello A. Canuto, direktur Lembaga Riset Amerika Tengah, Tulane dan wakli-direktur penggalian di La Corona.



Sejak 2008, Canuto dan Tomás Barrientos dari Universidad del Valle de Guatemala telah memimpin penggalian di La Corona, sebuah situs yang sebelumnya dirusak oleh para penjarah.



"Tahun lalu, kami mendapati bahwa para penjarah dari bangunan tertentu telah membuang beberapa batu berukir karena benda itu terlalu rusak untuk dijual di pasar gelap barang antik," kata Barrientos, "jadi kami tahu mereka menemukan sesuatu yang penting, tapi kami juga berpikir bahwa kemungkinan mereka juga melewatkannya. "



Apakah Canuto dan Barrientos menemukan teks terpanjang yang pernah ditemukan di Guatemala. Diukir pada langkah tangga, hal itu mencatat 200 tahun sejarah La Corona, kata David Stuart, direktur Pusat Mesoamerika di The University of Texas di Austin, anggota ekspedisi 1997 yang pertama mengeksplorasi situs tersebut.



Sementara yang diuraikan ini baru ditemukan pada bulan Mei, Stuart mengakui referensi Tahun 2012 pada blok bantalan tangga 56 hieroglif berukir halus. Hal ini memperingati kunjungan kerajaan ke La Corona pada 696 SM oleh penguasa Maya paling kuat saat itu, Yuknoom Yich'aak 'K'ahk dari Calakmul, hanya beberapa bulan setelah kekalahannya oleh Tikal pada 695 SM. Menurut para ahli, ia tewas dalam pertempuran ini.



"Ini adalah saat kekacauan politik di wilayah Maya dan raja ini merasa harus menyinggung siklus waktu yang lebih besar yang terjadi pada akhir tahun 2012," kata Stuart.


Jadi, bukan bernubuat, referensi 2012 menempatkan masalah dan prestasi pemerintahan raja ini menjadi sebuah kerangka kosmologis yang lebih besar.


"Dalam masa krisis, suku Maya kuno menggunakan kalender mereka untuk lebih mempromosikan kesinambungan dan stabilitas dibandingkan memprediksi kiamat," kata Canuto.

(Erabaru/ScienceDaily/sua)

KEJAHATAN KRISTENISASI

Ketika Orde Baru berjaya, banyak para pejabat yang tidak percaya adanya kristenisasi besar-besaran yang telah terjadi di Indonesia. Tetapi setelah dikeluarkan buku “Fakta dan Data tentang kristenisasi di Indonesia” oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, semua pihak terperangah dan yakin bahwa pihak misionaris zending telah bekerja keras siang-malam untuk mengkristenkan umat Islam secara khusus.

Pada Orde Reformasi mereka semakin berani melakukan kristenisasi secara terbuka bahkan keji. Mereka menggunakan Al-Qur`an dan Hadits dengan diputarbalikkan untuk membenarkan ajaran sesat mereka, dan untuk mengelabui umat Islam. Gerakan kristenisasi bergerilya dengan kedok dakwah ukhuwwah dan shirathal mustaqim secara gencar dan tersembunyi, gerakan itu dikoordinasi oleh Yayasan NEHEMIA yang dipelopori Dr. Suadi Ben Abraham, Kholil Dinata dan Drs. Poernama Winangun alias H. Amos.
Mereka telah mengeluarkan beberapa buku di antaranya:

Upacara Ibadah Haji
Ayat-ayat yang menyelamatkan
Isa Alaihis salam dalam pandangan Islam
Riwayat singkat pusaka peninggalan Nabi Muhammad saw
Membina kerukunan umat beragama
Rahasia jalan ke surga
Siapakah yang bernama Allah itu?

Isi buku-buku dan brosur tersebut di atas diantaranya:

Upacara Ibadah Haji adalah penyembahan berhala tertutup
Islam agama khusus untuk orang Arab, Al-Qur`an kitab suci orang Arab dan Nabi Muhammad saw adalah nabi untuk orang Arab yang mengajarkan penyembahan berhala dan tidak akan selamat di akhirat
Tuhan orang Islam adalah batu hitam (hajar aswad)
Waktu sholat sangat kacau dan Al-Qur`an tidak relevan
Nabi Muhammad saw memperkosa gadis dibawah umur
Al-Qur`an untuk Iblis, Injil petunjuk bagi umat Islam yang taqwa
Bapaknya Yesus adalah Allah subhanahu wa ta`ala
Semua umat masuk Neraka kecuali umat Kristen
Nabi Muhammad saw wafat mewariskan kitab Injil
Khadijah, istri Nabi Muhammad saw beragama Kristen.

Sanggahan terhadap tuduhan-tuduhan keji tersebut:

1. Ibadah Haji dituduh sebagai penyembahan berhala tertutup, itu tuduhan keji. Tidak bolehnya orang non muslim ke Mekkah bukan untuk menutupi upacara ibadah haji. Dan ibadah haji itu tidak ada penyembahan berhala seperti dituduhkan H. Amos orang Kristen. Namun itu perintah langsung dari Allah swt yang artinya:Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini.(Q.S. At-Taubah: 28). Tuduhan itu juga bertentangan dengan kenyataan, karena upacara ibadah haji ditayangkan pula ke berbagai negara di dunia lewat televisi. Terbukti tak ada penyembahan berhala dalam upacara ibadah haji dan tidak tertutup.

2. Nabi Muhammad saw dituduh hanya rasul untuk bangsa Arab, dan tidak akan selamat di akhirat. Tuduhan itu sangat jahat, karena Allah swt telah menegaskan dalam Al-Qur`an yang artinya: Dan Kami tiada mengutusmu (Muhammad) melainkan menjadi rahmat bagi semesta alam. (Q.S. Al-Anbiya:107). Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk seluruh manusia sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S.Saba`:28). Al-Qur`an adalah suatu peringatan untuk semesta alam. (Q.S. At-Takwir 27 dan Al-Qalam 52). Dan Kami turunkan Al-Qur`an kepadamu (Muhammad) supaya engkau jelaskan umat manusia, apa-apa yang diturunkan kepada mereka, supaya mereka berpikir. (Q.S. An-Nahl 44). Muhammad bukanlah bapak salah seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup nabi-nabi, dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al-Ahzab 40).

3· Tuduhan tentang Nabi Muhammad saw tidak selamat di akhirat, maka harus dibacakan sholawat, itu tuduhan keji pula. Bisa diperbandingkan dengan keadaan bahwa bayi yang meninggal dunia pasti selamat akan masuk surga. Namun bayi yang meninggal itu tetap disholati dan didoakan. Orang yang mensholati, mendoakan dan menguburkan mayit bayi ini akan mendapat pahala.

Terhadap bayi yang belum berjasa saja harus didoakan, apalagi terhadap seorang Nabi saw, yang telah sangat berjasa bagi umat manusia. Ini sudah pas dari segi ajaran agama maupun akal yang mau menerimanya.

4. Tuduhan bahwa Islam mengajarkan penyembahan berhala batu hitam bernama Hajar Aswad, itu tuduhan yang amat keji dan licik. H. Amos memutarbalikkan fakta, Hajar Aswad dianggap sebagai berhala yang disisakan setelah 359 berhala dihancurkan, dengan mengutip hadits Bukhori tanpa disertai teksnya. Ternyata H. Amos sebagai orang Kristen bohong, karena Hajar Aswad bukan termasuk berhala. Teksnya Hadits Bukhari nomor 832, terjemahnya:

Dari Ibnu `Abbas ra katanya: Ketika Rasulullah saw mula-mula tiba di Makkah, beliau enggan hendak masuk Ka`bah karena di dalamnya banyak patung. Beliau memerintahkan supaya mengeluarkan patung-patung itu, maka dikeluarkan mereka semuanya termasuk patung Nabi Ibrahim dan Isma`il yang sedang memegang Azlam (alat untuk mengundi). Melihat itu Rasulullah saw bersabda: Terkutuklah orang yang membuat patung itu!, Demi Allah sesungguhnya mereka tahu bahwa keduanya tidak pernah melakukan undian dengan Azlam, sekali-kali tidak. Kemudian beliau masuk ke dalam Ka`bah, lalu takbir di setiap pojok dan beliau saw sholat di dalamnya. (Shahih Bukhari No. 832).

5. Tuduhan tentang waktu sholat sangat kacau, itu tuduhan yang sangat mengada-ada. Penuduh membentrokkan ayat-ayat dengan hadits Bukhari tanpa mau memahami Q.S. Al-Isra 78 dan Q.S. Hud 114, dibentrokkan dengan hadits Bukhari nomor 211, lalu dikomentari bahwa yang dipakai hadits, bukan Al-Qur`an. Maka dituduh kacau. Padahal kalau mau memahami, ayat-ayat maupun hadits tersebut semuanya bermakna bahwa sholat wajib adalah 5 waktu sehari semalam, yaitu Shubuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib, dan `Isya.

6. Nabi Muhammad saw dituduh memperkosa gadis dibawah umur, itu tuduhan yang sangat menghina. Tuduhan itu hanya menunjukkan kebencian yang amat sangat, dan tidak bisa mengemukakan bukti-bukti larangan tentang menikahi gadis dalam batasan umur. Padahal umur 9 tahun seperti `Aisyah yang mulai diajak berumah tangga oleh Nabi saw setelah dinikahi pada umur 6 tahun, itu tidak ada larangan. Sedangkan gadis-gadis Arab-pun dalam usia 9 tahu sudah mungkin sekali haid, berarti dewasa. Jadi tuduhan itu hanyalah kebencian yang membabi buta.

Tuduhan-tuduhan lain yang mereka lontarkan terhadap Islam sifatnya sama; hanyalah kebencian dan kebohongan belaka. Orang-orang yang mau berpikir pasti paham bahwa tuduhan-tuduhan mereka itu menunjukkan betapa rendahnya moral mereka.

Orang-orang Kristen telah lama melancarkan program Kristenisasi dengan berbagai cara. Apa upaya kita dalam menghadapi kejahatan kristenisasi?

[Dikutip dari brosur “Kristenisasi dan Kejahatan-Kejahatannya” terbitan Lembaga Penelitian Dan Pengkajian Islam (LPPI) Jakarta]

Lembaga Penelitian Dan Pengkajian Islam (LPPI) Jakarta

Komunis dan Pancasila

Mantan Presiden Alm. Gus Dur pernah melontarkan gagasan untuk mencabut Tap XXV/MPRS/1966 tentang larangan atas penyebaran paham dan organisasi komunis di Indonesia.
Saya mencoba untuk menjelaskan bagaimana kedudukan paham komunis berhadapan dengan paham negara Pancasila. Untuk itu saya ajak pembaca mengawali dengan mencermati ciri-ciri pokok ajaran komunisme, kemudian ajaran Pancasila, Pancasila lawan komunisme, pentingnya studi tentang komunisme, dan bagaimana kita menyikapi komunisme.

Ciri pokok ajaran komunisme

Adapun ciri pokok pertama ajaran komunisme adalah sifatnya yang ateis, tidak mengimani Allah. Orang komunis menganggap Tuhan tidak ada, kalau ia berpikir Tuhan tidak ada. Akan tetapi, kalau ia berpikir Tuhan ada, jadilah Tuhan ada. Maka, keberadaan Tuhan terserah kepada manusia.
Ciri pokok kedua adalah sifatnya yang kurang menghargai manusia sebagai individu. Manusia itu seperti mesin. Kalau sudah tua, rusak, jadilah ia rongsokan tidak berguna seperti rongsokan mesin. Komunisme juga kurang menghargai individu, terbukti dari ajarannya yang tidak memperbolehkan ia menguasai alat-alat produksi.
Komunisme mengajarkan teori perjuangan (pertentangan) kelas, misalnya proletariat melawan tuan tanah dan kapitalis. Pemerintah komunis di Rusia pada zaman Lenin pernah mengadakan pembersihan kaum kapitalis (1919-1921). Stalin pada tahun 1927, mengadakan pembersihan kaum feodal atau tuan tanah.
Salah satu doktrin komunis adalah the permanent atau continuous revolution (revolusi terus-menerus). Revolusi itu menjalar ke seluruh dunia. Maka, komunisme sering disebut go international.
Komunisme memang memprogramkan tercapainya masyarakat yang makmur, masyarakat komunis tanpa kelas, semua orang sama. Namun, untuk menuju ke sana, ada fase diktator proletariat yang bertentangan dengan demokrasi. Salah satu pekerjaan diktator proletariat adalah membersihkan kelas-kelas lawan komunisme, khususnya tuan-tuan tanah dan kapitalis.
Dalam dunia politik, komunisme menganut sistem politik satu partai, yaitu partai komunis. Maka, ada Partai Komunis Uni Soviet, Partai Komunis Cina, PKI, dan Partai Komunis Vietnam, yang merupakan satu-satunya partai di negara bersangkutan. Jadi, di negara komunis tidak ada partai oposisi.
Jadi, komunisme itu pada dasarnya tidak menghormati HAM.

Ajaran Pancasila
Bagaimana halnya dengan Pancasila? Pancasila mengajarkan manusia untuk mengimani Allah, pencipta alam raya beserta isinya. Hidup manusia tergantung pada Allah. Ada juga kepercayaan tentang sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan manusia). Orang meninggal ditanggapi dengan pernyataan dari Allah kembali kepada Allah, atau kembali ke rumah Bapa.
Pancasila mengajarkan penghargaan atas manusia sebagai pribadi. Manusia dihormati karena kodratnya sebagai manusia. Manusia adalah makhluk yang berbudaya. Padanya terdapat budi yang luhur, yang bersedia memperlakukan orang lain dengan kasih sayang.
Pancasila, yang terdiri atas lima sila itu jelas menghormati HAM, yakni dari kebebasan beragama dan beribadah, kemanusiaan yang adil dan beradab, persaudaraan sesama bangsa, demokrasi dengan musyawarah, dan akhirnya keadilan sosial.
Pancasila mengajarkan cinta bangsa dan tanah air. Namun, hal itu diimbangi dengan cinta sesama manusia. Jadi, cinta bangsa dan tanah air itu ada dalam kerangka keluarga besar umat manusia. Maka, benarlah kata orang bahwa human kind is one (kemanusiaan itu satu).
Demokrasi Pancasila mengajarkan prinsip musyawarah dalam pengambilan keputusan, meski mungkin harus dengan pemungutan suara, karena tidak tercapainya mufakat.
Dalam usaha meningkatkan keadilan sosial, Pancasila bukan saja memperbolehkan, tetapi malahan mendorong, individu berperan secara proaktif dalam proses produksi. Maka, banyak perusahaan yang dimiliki oleh individu didirikan.
Pancasila tidak hanya mengajarkan kebahagiaan material, tetapi juga batin. Jadi, memburu mutu kehidupan yang berimbang: kebahagiaan dan ketenteraman lahir batin.
Pancasila lawan komunisme
Dengan mencermati ciri-ciri itu sudah dengan sendirinya tampak adanya pertentangan antara dasar filsafat dan ideologi Pancasila dengan komunisme. Jadi, antara Pancasila dan komunisme tidak mungkin dipersekutukan. Itu ibaratnya minyak dan air. Atau kucing dan anjing, yang tidak mungkin ditaruh dalam satu sangkar, karena pasti bertarung.
Namun, andaikata pemerintah akan memperbolehkan adanya `komunisme di Indonesia dengan mencabut Tap XXV/MPRS/1966, itu hanya sampai taraf hidup berdampingan di atas landasan dasar filsafat dan ideologi Pancasila.
Pengalaman sejarah menunjukkan, PKI pernah mengalami dan menerima Pancasila sebagai dasar filsafat dan ideologi negara, kemudian mbalelo (berkhianat). Pemerintah, pada tahun 1960-1965 meminta PKI agar memasukkan Pancasila ke dalam anggaran dasarnya. Karena itu, keberadaannya diakui. Bung Karno percaya, PKI mau menerima Pancasila secara lahir batin, sehingga ia berani mengajarkan prinsip persatuan Nasakom. Peristiwa G30S/PKI mengesankan PKI menipu presiden, para pembesar RI, dan rakyat yang bukan komunis.

Studi tentang komunisme
Kalau orang Indonesia sekarang ditanya mengapa saudara menentang komunisme, kemungkinan tidak dapat menjawab, kecuali mengatakan hal-hal klise, seperti komunisme itu ateistis, anti-ketuhanan. Atau, mungkin takut berbeda pendapat, padahal ia harus menyanyikan lagu yang sama, nyanyian “Anti-komunisme”. Jadilah orang Indonesia naif karena menentang komunisme tanpa memahami perihal komunisme.
Supaya kita tidak naif, komunisme perlu dipelajari. Ia bukan momok (makhluk menakutkan, tetapi tidak berwujud). Sekolah-sekolah, setidaknya mulai SMU/SMK, perlu mengenalinya, bukan untuk menganutnya, tetapi untuk menolaknya secara sadar. Dengan mengenalinya kita justru memperkuat kedudukan Pancasila sebagai dasar filsafat negara. Dengan mengenalinya, kita tidak lagi dapat ditipu oleh orang-orang atau gerakan-gerakan komunis.

Jangan takut jangan terima

Ada trauma (ketakutan besar) terhadap PKI karena anggapan akan keganasannya dalam pemberontakan tahun 1948 dan 1965. Benarkah rakyat takut? Ataukah elite sosial-politik yang takut? Atau rakyat tanpa memahaminya dibuat takut oleh elite sosial-politik? Jika kita mengenali komunisme dengan baik, lengkap dengan kekuatan dan kelemahannya, kita tidak perlu takut berhadapan dengan komunisme. Pemahaman kita tentang komunisme akan menjadi suatu modal penting untuk menolak komunisme. Jadi jangan takut kepada komunisme, sekaligus jangan menerima komunisme.
Modal penting lain untuk menentang komunisme adalah kemakmuran rakyat. Komunisme memang sangat menarik rakyat jelata yang miskin. Hal itu bukan saja terlihat dan terasa dari propaganda ajarannya, tetapi juga karena tindakan-tindakan nyata untuk mencukupi kebutuhan material mereka.
Ambilah contoh RRC. Rakyat Cina berjumlah lebih dari 1,1 milyar. Kita tak pernah dengar kelaparan dan ketelanjangan di Cina. Karena komunisme di sana mampu memenuhi janji memakmurkan rayat; komunisme di Cina laku. Namun, supaya tetap laku, komunisme Cina mengalami liberalisasi. Secara fisik dapat mencermati busana pemimpin RRC sekarang, bukan jas tutup lagi seperti Mao Zedong dan Chou En Lai, melainkan jas buka seperti Bill Clinton atau Antony Blair.
Dalam bidang ajaran, RRC juga mengadakan liberalisasi, seperti merebaknya kebebasan beragama dan beribadah. Jadi komunisme asli tidak ada lagi.
Nah, selama negara dapat memakmurkan rakyat, rakyat/kita tak perlu takut akan bahaya laten komunisme. Sebaliknya, kita bahkan harus mampu menjinakkan komunisme menjadi “makhluk” baru yang bersahabat dengan kita yang bukan peng anut komunisme. Dunia kita bukan dunianya Stalin atau Leonid Breznev, bukan juga Mao Zedong dan Chou En Lai, bukan juga zamannya Musa dan Aidit, tetapi sudah zaman detente (pendekatan). Globalisasi tidak hanya menyangkut negara kapitalis, tetapi juga negara komunis dan negara non blok. Globalisasi itu membawa reformasi. Komunisme di Indonesia, kalau TAP XXV jadi dicabut, harus direformasi juga. Ia bukan saja menghormati HAM, tetapi lahir batin harus menjunjung tinggi Pancasila.
Semoga uraian ini menambah wawasan perihal komunisme dan bagaimana kita yang berpegang pada paham negara Pancasila menyikapi komunisme.


Amiruddinsiregar

Vietkong Muda dan Perang “Tajam Sebelah”

Kematian Tragis dan Heroik seorang VIETKONG Muda. Foto ini diambil oleh fotografer perang kawakan Don Mc Cullin di Hue pada 1968. Don mengambil gambar ini setelah mengikuti sebuah pertempuran yang terjadi secara gila-gilaan.” Ia lantas mendatangi bekas kubu gerilyawan Viet Cong yang telah dihabisi oleh serdadu Amerika, dan menemukan tubuh seorang Viet Cong muda terbujur kaku dengan banyak serakan peluru dan barang-barang pribadi di dekatnya. Menurut Mc Culllin, para serdadu Amerika lantas menganiaya tubuh tak bernyawa tersebut sekaligus menjarah barang-barang sang gerilyawan muda itu untuk dijadikan sovenir perang.

“Saya sungguh kesal melihat pemandangan ini, gerilyawan muda ini adalah pemberani yang memperjuangkan kebebasan negaranya, ia sangat layak dihormati, sekalipun sudah mati...” (diambil dari Shaped by War : cc. Hendrijo)
Sumber : Hendrijo & Shaped by War

Melihat hal di atas, teringat saya dengan nasehat Abu Bkr ash-Shiddiq : “Aku berwasiat kepadamu tentang sepuluh hal : jangan membunuh perempuan, anak-anak, orang tua jompo, jangan memotong pohon berbuah, atau merobohkan rumah, jangan membunuh kambing atau unta, kecuali untuk dimakan, jangan membakar pohon kurma atau menenggelamkannya, jangan menganiaya dan jangan berbuat khianat” : (Abu Bakr ash-Shiddiq : Tarikh At-Thabari Bab Thahaqat).

Konflik dan Perang selalu meninggalkan cerita horor, menakutkan dan perendahan nilai-nilai kemanusiaan. Karena itu pula, orang-orang yang berada di kawasan yang identik dengan perang serta konflik, akan dilabelkan dengan persepsi kurang elok. Saddam Hussein, Moamar Qaddafi dan Bashar al-Assad, bahkan bangsa Arab, digambarkan sebagai figur keji dan bangsa yang suka bertengkar. Figur yang tidak memiliki etika dalam berperang (walau “berperang” dengan warga mereka sendiri). Setidaknya demikian yang digambarkan oleh media massa. Gambaran ini kemudian menjadi parameter tersendiri untuk men-cap bagaimana karakter figur-figur dan bangsa tersebut. Gambaran ini dibangun oleh media massa dan opini (yang semua orang sudah tahu, siapa dan kepentingan apa dibalik media massa itu), pada akhirnya melahirkan streotype sendiri - figur-figur tak beradab dalam mensikapi konflik. Walau secara faktual, demikian adanya, namun adalah sesuatu yang tidak adil ketika men-judge sesuatu tanpa memberikan komparasi “sejenis”.

“Homo Homini Lupus”, kata Hobbes menjadi sesuatu yang reflektif untuk menggambarkan bagaimana ketika konflik dan perang berlangsung, terdapat kekejaman disana. Namun, alangkah naifnya bila kekejaman “hanya dipelihara” pada satu dua figur dan kelompok bangsa saja. Karena ketika konflik dan perang berlangsung, maka setiap ummat manusia, dari bangsa manapun ia, memiliki “aura” kekejaman yang mengerikan. Tak ada beda antara perlakuan Tentara Vietkong-Vietnam terhadap tawanan dan mayat lawan mereka empat dasa warsa lalu dengan bagaimana pula tentara Spanyol memperlakukan penduduk asli dalam pembantaian besar-besaran dahulu di Benua Amerika. Bagaimana tentara Amerika (seperti dalam film Soldier Blue) menghabisi kaum Indian sampai ke bayi-janin. Bagaimana tentara Australia bersikap (dahulu, dan mungkin hingga kini) terhadap kaum aborigin. Bagaimana Pol Pot menghadirkan “republik teror dan horor” di Kamboja dengan menghabisi jutaan rakyatnya sendiri, atas nama ideologi. Dan bagaimana pula kelakuan Hitler terhadap bangsa Yahudi, dengan akibat yang harus ditanggung oleh orang Palestina (dengan dipaksakan oleh “Barat” sebagai bentuk rasa bersalah). Saddam Hussein menghantam etnik Kurdi maupun Iran dengan bom napalm. Saddam yang berkumis ini menggunakan bom yang teramat mengerikan itu karena ia meniru Amerika Serikat yang “mencoba” bom ini di Vietnam. Bashar al-Assad, Presiden Suriah yang sekarang berada dalam posisi diujung tanduk, diblow up sebagai (salah satu, diantara banyak) pemimpin Arab yang memiliki tangan berlumuran darah. Walau sebenarnya anak Hafeez al-Assad ini bukanlah pemimpin yang baik karena tidak mengayomi rakyatnya, tapi setidaknya ia masih lebih baik dibandingkan penjahat perang Serbia yang disamping melakukan genosida juga melakukan pemerkosaan terhadap hampir 150.000 wanita Bosnia, seperti yang pernah dilansir reuters.com.
Ketika konflik berlangsung, kewarasan manusia menjadi hilang. Karena itulah, misalnya, Abu Bakar ash-Shiddiq mengeluarkan sepuluh “pantangan” dalam perang, atau Umar bin Khattab mengatakan : “jangan sekali-sekali membunuh anak-anak dan pelayan”. Ya … pelayan !. Bahkan Umar bin Khattab memberikan sebuah reward bagi para prajurit Islam yang membunuh anak-anak dalam perang …. dihukum bunuh (pula). Khalifah “terbaik” Dinasti Umayyah, Umar bin Abdul Aziz bahkan pernah berkata : “Bertakwalah kamu kepada Allah dalam hal anak-anak dan para petani yang tidak mengangkat senjata melawan kamu (peliharalah nyawa mereka)”. Dan, dalam sahibul hikayat yang mutawatir, Umar bin Abdul Aziz tidak pernah membunuh para petani dan tukang kebun, disamping tentunya anak-anak, orang tua dan perempuan, sebagaimana yang diriwayatkan Ibnul Munzhir dalam al-Qurthubi. Intinya adalah, sebetapapun bengis dan kejamnya konflik dan perang, ketika pemimpin dan penguasa menghormati kesepakatan universal yang telah ada, tentunya konflik dan perang-pun bisa dianggap sebagai “jalan keluar” sebagaimana yang dikatakan Clausewitz bahwa perang adalah jalan keluar dari konflik. Tapi ketika para pemimpin dan penguasa (termasuk yang menganggap sebagai “penguasa”) tidak atau terbebani oleh catatan sejarah perang yang buruk, jangan salahkan pula bila Basheer al-Assad mengatakan : “saya punya cara mengatasi konflik di negara saya, dan anda sekalian (maksudnya : negara-negara Barat), tidak memiliki otoritas untuk mengajarkan kepada saya bagaimana cara yang terbaik karena tangan dan sejarah kalian-pun masih basah oleh kebrutalan”.

Muhammad Ilham

NUSA TENGGARA-MALUKU: DALAM PENELUSURAN PENYEBARAN AWAL MANUSIA DI DUNIA

NUSA TENGGARA-MALUKU:

DALAM PENELUSURAN PENYEBARAN AWAL MANUSIA DI DUNIA

&

PENEMUAN HOMO FLORESINENSIS

Oleh Chris Boro Tokan

Pendahuluan

Wilayah NUSA TENGGARA-MALUKU, menggambarkan letak geografi yang selalu disebutkan dalam mitos-mitos dan kajian tentang SURGA Di TIMUR: yakni di bagian TERSELATAN GARIS KATULISTIWA,wilayah TIMUR, arah TENGGARA!!!

Keyakinan KRISTEN menyebut SURGA di TIMUR, sedangkan Keyakinan BUDHA menyebut SURGA di BARAT!!!, sesungguhnya DUA KEYAKINAN itu menegaskan hanya satu letak geografis yaitu TIMUR TERJAUH dan BARAT TERJAUH yakni WILAYAH MALUKU-NTT. Letak geografis ini yang oleh filsuf Plato menjelaskan dua daratan yang berhadapan (antipoda), yakni MALUKU-NTT, dan dikelililingi oleh DUA SAMUDERA: Hindia TIMUR (zamudera Pasifik) dan Hindia BARAT (Zamudera Hindia). Juga Filsuf Plato menyatakan wilayah itu dengan flora wangi2an: tertelusuri CENDANA di NTT, yang awalnya di di Kepulauan SOLOR kekinian, sedangkan CENGKEH-PALA di Maluku.

Namun para pedagang mengalihkan nama MALUKU (Mollucass) ini ke semenanjung MALAYA dengan nama MALAKA, di saat bandar perdagangan TIMUR dengan BARAT berpindah ke MALAKA setelah terbukanya JALUR SUTRA yang memungkinkan JALAN DARAT dari CINA (TIMUR) ke BARAT via MALAYA. Sedangkan sebelum terbukanya JALUR SUTRA maka hanya melalui JALUR pelayaran LAUT, yang oleh Filsuf Plato menegaskan sebagai sebuah WILAYAH YANG DAHULU MENJADI SATU-SATUNYA JALUR YANG DILALALUI/dilayari DARI TIMUR (CINA) melayari zamudera Pasifik (Hindia Timur) menuju/ turun ke MALUKU untuk ke wilayah BARAT (Jawa, India,Mesir, Afrika, Junani ) via NUSA TENGGGARA untuk menyusuri zamudera Hindia (Hindia Barat) untuk mencapai BARAT, ataupun sebaliknya!!!

Maka itu ibu kota Kabupaten Flores Timur di Provinsi Nusa Tenggara Timur dikenal dengan LARANTUKA=RARANTUKA=JALAN TENGAH=JALAN PERSINGGGAHAN dari Dunia BARAT ke Dunia TIMUR. Artinya bahwa WILAYAH ini (NUSA TENGGARA-MALUKU), adalah wilayah PERTEMUAN dari PERADABAN TIMUR dengan PERADABAN BARAT: wilayah AWAL MULA dalam Kitab KEJADIAN (Genesis)! Tidak berlebihan apabila wilayah lautan Pasifik yang menaungi wilayah Indonesia dikenal juga dengan Lautan Teduh. Karena Jauh sebelum daratan Eropa dapat dicapai melalui darat dari negeri Cina, maka sesungguhnya telah ada jalur dagang antara Asia Timur dengan Asia Selatan, Indonesia khususnya Negeri Kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku. Dokumentasi Museum 1000 Moko-Kalabahi, Kepulauan Alor dapat menjadi indikatornya, yang walaupun mungkin tidak begitu tergali nilai historical dan culturnya apalagi arkeologisnya karena jalur itu adalah ‘intern’ dan sangat purba. Karena baru menjadi ‘pengetahuan’ dan ‘ekstern’ ketika bangsa Eropa menelusuri jalur tersebut dengan membaginya ke dalam kelompok kesamaan ‘metoda ilmiah penelitian’ ala ‘Jalan Sutra’ di Asia tengah ke Eropa perihal jalur perdagangan ‘Opium’.

Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara – Maluku dan Awal Penyebaran Gen

Seorang Profesor di bidang Genetika dari Oxford University bernama Stephen Oppenheimer dalam bukunya EDEN IN THE EAST, 1998 diindonesiakan SURGA DI TIMUR, 2010 menghentakan mata hati dan pikiran dunia, bahwa ketika kita melihat kepada distribusi tiga generasi maternal nenek Asia, ibu Asia Tenggara, dan motif Polinesia, lokasi kunci yang memegang ketiganya ternyata Indonesia Timur (lihat Gambar 31 tentang Sejarah Genetis Motif Polinesia, hal. 278). Versi nenek Asia yang lebih tua, dengan hanya satu substitusi tunggal, sejauh ini belum ditemukan di daerah Melanesia yang bertetangga tapi lazim di Indonesia Timur sampai perbatasan dengan Melanesia. Wilayah Nusa Tenggara dan Maluku berbeda dari Asia Tenggara lainnya dalam hal ini mempunyai tiga generasi: matriarki Asia bertumpukan di sini dengan Anak perempuan Asia Tenggara-nya dengan cucu perempuan motif Polinesia-nya dengan subtitusi tiga kali. Ini merupakan bukti lebih jauh bagi keantikan populasi.

Singkatnya model perpaduan Asia Tenggara yang diusulkan oleh penanggalan-penanggalan ketiga mutasi berurutan ini adalah sebagai berikut. Yang tertua dari varian penghapusan 9-bp Asia atau nenek Asia bisa berasal di suatu tempat di Asia sampai 60.000 tahun lalu dan mencirikan sebuah pergerakan populasi Cincin sirkum-Pasifik ke utara ke Amerika dan ke tenggara sejauh ke Maluku. Subtitusi kedua untuk memproduksi ibu Asia Tenggara terjadi di suatu tempat di Asia Tenggara, mungkin 30.000 tahun lalu, dan lalu menyebar ke seluruh Cina Selatan, Asia Tenggara (hal. 282), dan Maluku setidaknya 17.000 tahun lalu. Akhirnya subtitusi ketiga yang memproduksi motif Polinesia terjadi sekitar 17.000 tahun lalu di Indonesia Timur dan kemudian di bawa ke Pasifik oleh dua migrasi maritime berturut-turut oleh orang-orang yang mungkin menuturkan bahasa-bahasa Austronesia dari keluarga Oseanik. Yang pertama mungkin tiba di Melanesia Utara 6.000 tahun lalu, menghuni kelompok pulau Bismarck dan pesisir utara Papua Nugini, dan mungkin telah menyebar sejauh Kepulauan Salomo Utara (hal. 283)

Oppenheimer merangkum bukti dari penanda-penanda genetis Adam dan Eva bagi sebuah penyebaran timur ke barat sebagai berikut: penghapusan 9-bp Asia dibawa ke India selatan sebagai ibu Asia Tenggara, seorang wanita yang mungkin menuturkan bahasa Austronesia. Klan-klan maternal kelompok F dalam klasifikasi Antonio Torroni, yang lebih jelas tertaut kepada para penutur Austro-Asiatik di daratan Asia menyebar secara radial (menjari) ke utara ke Indo-Cina dan Tibet, ke barat yaitu India Utara…. (hal.302). .. Wilayah yang terpengaruh menyebar dalam sebuah gelombang dari Pasifik Selatan di tenggara, melalui Asia Tenggara, Cina selatan, India, Arab, Timur Tengah, dan akhirnya ke mediterania di Barat Laut (hal.303).

Tiga kesimpulan umum bisa ditarik dari penjelajahan perpustakaan tertua di dunia. Pertama, adalah bahwa penanda-penanda genetis yang telah menyebar secara radial keluar dari Asia Tenggara, dibawa oleh orang-orang yang menuturkan bahasa-bahasa Austronesia dan Austroasiatik, dua-duanya berada di wilayah pulau ini pada Zaman Es atau lebih lampau lagi. Ini bertentangan dengan pandangan konvensional tentang penyebaran Austronesia baru-baru ini keluar dari Asia melalui Filipina. Kedua, di mana pohon-pohon genetis telah dibangun bagi penanda-penanda genetis Asia Timur, termasuk yang di Tibet, populasi-populasi pribumi yang masih ditemukan di Asia Tenggara dan menuturkan baik bahasa Austro-Asiatik maupun Austronesia ditempatkan pada cabang-cabang terawal. Ketiga, penanda-penanda ini dibawa ke Timur ke Pasifik, ke barat ke India dan Timur-Tengah, ke utara ke Taiwan, Cina, Burma, dan Tibet, dan ke selatan ke Australia sejak Zaman Es terakhir (hal. 311.)

Gen-gen kita, bahasa-bahasa ibu kita, peninggalan arkeologis leluhur kita merupakan semua ciri sejarah dan prasejarah yang menarik untuk dipelajari. … seperti jejak-jejak yang lebih hidup dari sebuah masa lalu yang bermigrasi, yaitu jejak-jejak yang dibawa oleh para pedagang dan penjelajah di dalam pikiran mereka, dan bisa disampaikan dengan bebas dari satu orang ke orang lainnya, yaitu legenda dan mitos. Meskipun ceritera-ceritera hidup ini membentuk hanya satu sisi dari banyak dimensi budaya, tetapi telah menyampaikan dan menyebarkan intisari pandangan-pandangan kita tentang siapa kita, dari mana kita berasal, dan ke mana kita akan pergi (hal 311). Hal ini telah mengusik perhatian dan menuntun seorang Profesor di bidang Gen bernama Stephen Oppenheimer dalam memahami mengapa dua varian talasemia yang berbeda bisa berada di wilayah Papua Nugini melalui kisah mitos Dua Bersaudara Yang Berperang. Dengan sebuah legenda dan mitos bagi Oppenheimer sebagai sebuah penanda pembauran budaya, mereka juga mempunyai sebuah keantikan, kekhususan, dan tujuan yang sering tidak ditemukan dalam batu, tulang, langsi dan sisilah (hal. 312).

Kerangka kajian Oppenheimer

Pembuktian Oppenheimer bahwa:”Di sini di Indonesia Timur, ini mempunyai rasio 20% antara para penutur Austronesia maupun non-Austronesia di Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku, yaitu Alor, Flores, Hiri, Ternate dan Timor. Motif Polinesia absen lebih jauh ke barat di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Indo-Can. Keberagaman varian motif Polinesia juga tersebar di Maluku dan Nusa Tenggara, mengusulkan para leluhur dari populasi-populasi terasing itu sebagai situs asal-usulnya”. …Martin Richards dari laboratorium Oxford University memperkirakan ulang waktu asal-usul motif pada orang-orang Indonesia Timur dan memperoleh angka sekitar 17.000 tahun lalu.Distribusi motif Polinesia tampaknya membangun semacam jembatan genetis antara wilayah linguistic Oseania ke timur dan Indonesia Timur Tengah bertutur Melayu-Polinesia ke barat, tapi juga mengusulkan sebuah titik permulaan yang berbeda dan waktu asal-usul ke kereta (baca: penyebaran, pen) Austronesia pertama ke Oseania. Motif Polinesia yang diduga dipegang oleh para wanita Austronesia datang dari Asia Daratan, dan meninggalkan Asia Tenggara 3.500 tahun lalu, malah mempunyai cap Maluku local yang berpenanggalan 17.000 tahun lalu, dan tidak ada tempat asal yang dekat di mana pun ke barat Garis Wallace, apalagi di Filipina, Taiwan, atau Cina. Tidak hanya motif Polinesia terbatas kepada wilayah-wilayah Wallacia yang tertutup sampai ujung Papua Barat, tetapi sebagaimana di Papua Nugini daratan ini menduga penanda Austronesia lagi-lagi secara seimbang tercampur kepada pulau-pulau bertutur non-Austronesia juga, maka mendukung bukti genetis bagi keantikan yang jauh lebih besar (hal.276).

Ketiadaan motif polinesia di Taiwan, Filipina, dan sebagian besar Indonesia Barat dan keantikan lokalnya sekitar 17.000 tahun lalu di Indonesia Barat adalah bukti terkuat melawan (hal.276) kereta ekpress (maksudnya:penyebaran (pen)), yang berusia 3.500 tahun lalu. Hipotesis tentang sebuah perluasan maritime Austronesia yang lebih awal ke Pasifik masih bertahan. Satu hal yang tidak diberitahukan kepada kita oleh motif Polinesia adalah di mana lokasi bertolaknya perluasan timur ke Samoa itu, apakah dari pesisir utara Papua Nugini atau sebuah migrasi segar dari Indonesia Timur. Ada gunanya melihat jawaban bagi pertanyaan ini melalui mata orang awam tapi dengan perhitungan (hal.278) yang sangat informative. Perbandingan-perbandingan rumit tentang dimensi-dimensi tengkorak telah menegaskan apa yang Kapten Cook kali pertama lihat dan dapat dilihat oleh pengunjung lainnya. Misalnya bahwa orang-orang Polinesia lebih mirip orang-orang Asia Tenggara, agak berbeda dari Melanesia, dan sama sekali tidak seperti Cina atau Aborigin Australia. Antropolog Michael Petrusewsky di University of Hawaii telah memperbaiki kajian ini pada populasi Asia dan Pasifik. Temuan-temuannya dipetakan secara grafis, menunjukan orang Polinesia dari banyak lokasi membentuk sebuah gugusan ketat mereka sendiri dengan orang-orang Micronesia dan para penghuni Pulau Admiralty (lihat gambar 32, hal.280). Gugusan ini berada di tengah-tengah antara Melanesia dan Asia Tenggara. Setiap ekstrem masing-masing diambil oleh Aborigin Australia di satu kutub dan di kutub lain ada Cina, Taiwan, dan Asia Utara. Secara signifikan, tetangga Asia yang paling mirip Polinesia adalah dari Laut Sulu di timur Borneo, dan paling tidak mirip dari semua kelompok Asia Tenggara adalah orang-orang Filipina. Di kutub lain, Melanesia terdekat adalah orang-orang Fiji (hal. 279).

Menurut Oppenheimer, bahwa deduksi pertama dari gambaran ini adalah bahwa orang-orang Polinesia tidak baru-baru ini berasal dari Melanesia, Cina, Taiwan, atau Filipina, tapi kemungkinan mereka berasal dari Sulawesi di Indonesia Timur. Orang-orang Melanesia mempunyai penanda-penanda genetis yang sama secara eksklusif dengan orang-orang Asia Tenggara dan tidak dengan Melanesia. Penanda-penanda ini lebih jauh lagi mendukung pendapat tentang sebuah penyebaran orang-orang Polinesia keluar dari sebuah populasi Indonesia Timur local (hal.279). Menempatkan semua bukti kerangka dan mtDNA bersama-sama, model yang paling sederhana bagi perluasan Polinesia akhir 3.500 tahun lalu adalah bahwa ini muncul dari sebuah populasi Indonesia Timur yang telah ada sebelumnya, bergerak dengan cepat ke timur, lewat pulau Admiralties, melewati daratan Papua Nugini Utara tapi mengambil beberapa agen Melanesia sebelum tiba di Samoa. Hal ini merupakan model yang sama menurut Oppenheimer seperti telah ditemukan dari gabungan arkeologi dan linguistic (bab 2 hal. 53-96 dan bab 5 hal. 191-244).

Sudut pandang sebuah asal-usul Indonesia Timur local berusia 17.000 tahun bagi motif Polinesia yang dibawa oleh orang, para penutur Austronesia ke Pasifik sekarang mulai membantu tersingkap misteri negeri asal Austronesia (hal. 280). Motif Polinesia tiga kali (baca: gen nenek, ibu, anak, pen), meskipun dibatasi terutama untuk para penutur Melayu-Polinesia dan Oseania, masih terhubung dengan penghausan 9-bp Asia Tenggara lainnya, tapi pada lebih dari satu pembuangan. Kajian tentang ketiga situs subtitusi ini mengungkap bahwa mereka membentuk sebuah garis maternal Asia yang berurutan. Yang pertama dari tiga substitusi ini mungkin terjadi setelah penghapusan 9-bp, dan sebelumnya terbawa ke Amerika. Perkiraan-perkiraan bagi dua peristiwa mutasi ini kembali sebanyak 60.000 tahun. Subtitusi pertama yaitu nenek Asia, adalah bentuk dominan penghapusan 9-bp di antara penduduk asli Amerika sekarang, dan tersebar luas dan lazim di seluruh Asia Tenggara. Mungkin ini berasal dari antara para leluhur orang-orang Pribumi bertutur Orang Asli Austro-Asiatik di Asia Tenggara, semuanya hari ini mempunyai jenis nenek Asia substitusi pertama, tanpa varian-varian berikutnya. Meskipun demikian, nenek Asia juga bisa telah muncul lebih jauh ke utara di sepanjang pantai Cina Selatan 60.000 tahun lalu (hal. 281).

Subtitusi pertama di keluarga ini memproduksi varian dua.Varian kedua telah menyebar ke seluruh Cina Selatan, Kepulauan Asia Tenggara, dan Oseania, bahkan India Selatan. Maka inilah yang paling luas tersebar di antara ketiga varian di Asia Tenggara. Varian kedua ini sebagai ibu Asia Tenggara. Frekuensi tertingginya adalah di antara para Pribumi Taiwan, dan atas dasar ini, digabungkan dengan keberagaman yang tinggi, sehingga seorang ahli genetika Amerika yang bernama Terry Melton mengusulkan sebuah asal-usul Taiwan bagi ibu Asia Tenggara dari leluhur maternalnya, yaitu nenek Asia Tenggara. Masalah dengan hipotesis ini adalah beberapa populasi Pribumi Taiwan, seperti Ami, tidak mempunyai bingkai nenek Asia yang mendahului (hal. 281) yang malah umum di Asia Tenggara dan seluruh Amerika. Gambaran setengah-setengah seperti itu lebih mengusulkan bahwa Taiwan adalah tempat penerima, daripada asal-usul ibu Asia Tenggara. Kelahiran ibu Asia Tenggara dari nenek Asia-nya ditempatkan pada 30,000 tahun lalu. Angka ini sangat spekulatif sesuai dengan perkiraan-perkiraan terawalnya Johanna Nichols untuk awal penyebaran-penyebaran bahasa mengelilngi Cincin Pasifik. Apa pun penanggalan asli kelahiran ibu Asia Tenggara , ini terjadi jauh sebelum tanggal yang didalilkan bagi kedatangan orang-orang Austronesia ke Taiwan dari Cina 7000 tahun lalu, maka tidak bisa digunakan sebagai argument untuk jalur itu.

Penemuan Homo Floresiensis

Sehubungan dengan kajian Oppenheimer yang menempatkan wilayah Nusa Tenggara-Maluku sebagai lokasi awal penyebaran gen/turunan manusia di dunia, maka para ilmuwan telah menemukan fosil-fosil tengkorak dari suatu spesies manusia yang tumbuh tidak lebih besar dari kanak-kanak berusia lima tahun di goa di Flores, Indonesia. Manusia kerdil yang memiliki tengkorak seukuran buah jeruk ini diduga hidup 13.000 tahun lalu. Penemunya adalah ilmuwan-ilmuwan Indonesia dan Australia. Para ilmuwan yakin tengkorak yang mereka temukan ini berasal dari spesies manusia yang benar-benar baru bagi dunia ilmu pengetahuan.

Tengkorak pertama dari spesies yang kemudian disebut sebagai Homo Floresiensis atau Manusia Fores itu ditemukan September 2003. Ia berjenis kelamin perempuan, tingginya saat berdiri tegak kira-kira satu meter, dan beratnya hanya 25 kilogram. Ia diduga berumur sekitar 30 tahun saat meninggal 18.000 tahun lalu.Tengkorak dan tulang belulangnya ditemukan dalam sebuah lokasi endapan di goa Liang Bua, dimana dijumpai pula beberapa peralatan batu dan tulang belulang gajah kerdil, hewan-hewan pengerat sebesar anjing, kura-kura raksasa, dan tulang Komodo. Perbandingan ukuran tengkorak Homo floresiensis dengan tengkorak manusia modern, Homo sapiens. Karena ukurannya, Homo floresienses dianggap sebagai penemuan paling spektakuler dalam dunia paleoanthropology sejak setengah abad ini, dan dilukiskan sebagai spesies manusia paling ekstrim yang pernah ditemukan.

Mereka tinggal di Flores sekitar 13.000 tahun lalu, yang artinya mereka ada saat manusia modern (Homo sapiens) juga ada. “Menemukan makhluk yang berjalan dengan dua kaki dan berotak kecil pada periode waktu dimana manusia modern telah eksis adalah sesuatu yang amat menakjubkan,” kata Peter Brown, seorang paleoanthropologis dari Universitas New England di New South Wales, Australia. “Penemuan ini benar-benar tidak disangka,” kata Chris Stringer, direktur program Human Origins di Museum Natural History, London. “Menemukan manusia purba di Flores saja sudah hebat. Bahwa mereka berukuran hanya satu meter dan memiliki otak seperti otak simpanse adalah hal yang lebih menakjubkan. Dan fakta keberadaan mereka yang hidup 20.000 tahun lalu, dimana nenek moyang manusia modern mungkin pernah bertemu mereka adalah hal yang sungguh-sungguh luar biasa.”

Para peneliti memperkirakan orang-orang kerdil ini hidup di Flores sejak sekitar 95.000 tahun lalu hingga setidaknya 13.000 tahun lalu. Mereka mendasarkan teori ini atas perhitungan karbon terhadap tulang belulang dan peralatan batu yang ditemukan bersama fosil. Orang-orang kerdil ini mungkin bangsa pemburu karena ditemukan pula bilah-bilah pisau batu, ujung panah atau tombak, serta peralatan memotong lain. Penemuan ini menunjukkan bahwa genus Homo ternyata lebih bervariasi dan lebih luwes dalam kemampuan adaptasinya dibanding perkiraan semula. Genus Homo sendiri termasuk di dalamnya adalah manusia modern (Homo sapiens), Homo erectus, Homo habilis, dan Neandertals, memiliki ciri-ciri adanya rongga otak yang relatif besar, posturnya tegak, dan mampu membuat peralatan.

“Homo floresiensis adalah tambahan bagi daftar spesies manusia yang hidup pada waktu bersamaan dengan manusia modern. Walau tubuhnya lebih kecil, otaknya lebih mungil, dan mempunyai anatomi tubuh yang merupakan perpaduan primitif dan modern, spesies ini tetap dimasukkan dalam genus Homo. Para peneliti menduga orang-orang kerdil ini berevolusi dari ukuran manusia normal, yakni dari populasi Homo erectus yang mencapai Flores sekitar 840.000 tahun lalu. “Secara fisik mereka berukuran sama dengan anak-anak manusia modern berusia tiga tahunan, namun dengan rongga otak hanya sepertiganya,” kata Richard Roberts, seorang geochronologist dari Universitas Wollongong, Australia. “Mereka memiliki lengan lebih panjang, tulang alis lebih tebal, dahi yang miring, dan tidak mempunyai dagu”. Rahang bawahnya diisi gigi-gigi besar tumpul seperti gigi Australopithecus, manusia purba yang hidup di Afrika lebih dari tiga juta (3.000.000) tahun lalu. Gigi depannya lebih kecil seperti gigi manusia modern. Lobang mata manusia Flores ini besar dan bulat, dan tulang pinggulnya tampak primitif, mirip bangsa kera. Walau secara keseluruhan tidak terlihat seperti manusia modern, beberapa perilaku mereka sungguh mirip manusia.

Orang-orang Flores ini menggunakan api dalam perapian untuk memasak. Mereka juga berburu stegodon, sejenis gajah kerdil primitif yang hidup di sana. Walau kerdil, seekor stegodon bisa mencapai berat 1.000 kilogram, dan pasti merupakan tantangan besar bagi pemburu-pemburu dengan ukuran tubuh seperti anak-anak. Artinya perburuan haruslah dilakukan dengan komunikasi efektif dan perencanaan, kata para peneliti. Hampir seluruh fosil stegodon yang berkaitan dengan manusia kerdil itu berasal dari hewan muda, menunjukkan bahwa orang-orang itu memilih untuk memburu stegodon kecil. Dari fosil yang dijumpai, makanan orang-orang Flores itu termasuk ikan, katak, ular, kura-kura, burung, dan hewan-hewan pengerat.

Mereka itu bukanlah jenis yang bodoh karena berhasil bertahan berdampingan dengan jenis kita setidaknya selama 30.000 tahun tanpa kita sadari. Mereka juga bisa membuat beberapa peralatan batu, memburu gajah pigmi, dan menyeberangi setidaknya dua laut untuk mencapai Flores dari Asia. Dan uniknya dengan otak yang hanya sepertiga otak kita. Namun mereka, bersama dengan gajah-gajah kerdil punah akibat letusan gunung api besar.

Pikiran Konklusif

Tentu sebelum kajian Oppenheimer mengenai penyebaran awal manusia, maka Garis Wallace-Weber yang disempurnahkan oleh Thomas Huxley, telah menegaskan dunia purba flora-fauna. Poros-nya di wilayah yang dibuktikan Oppenheimer itu. Berikut kajian F.A.E. van Woden 1935 dari universitas Leiden, Negeri Belanda, dalam disertasinya “SOCIALE STRUCTURTYPEN IN DE GROOTE OOST” 1935, diindonesiakan “KLEN, MITOS, DAN KEKUASAAN, Struktur Sosial Indonesia Bagian Timur” 1985, menunjuk praktek budaya chemistry (keharmonisan/dialektika) itu di wilayah Nusa Tenggara-Maluku: dalam Konsep DUALISME KOSMOS (langit-bumi/Peradaban) dan DUALISME SOSIAL (Manusia Perempuan-Laki/Kebudayaan). Dipraktekan sampai sekarang di kepulauan Solor (Solor=Matahari): Adonara-solor-Lembata, juga di pulau Flores bagian Timur (LAMAHOLOT) dengan sebutan LEWOTANAH. Persilangan Peradaban (Dualisme Kosmos: Matahari-Bulan/Rera-Wulan dengan Bumi/Tanah-Ekan) dengan Kebudayaan (Dualisme Sosial: Perempuan-Laki)=SALIB=LEWOTANAH.

Artinya saya mau katakan bahwa Flora-Fauna, Manusia AWAL MULA dari Kepulauan Matahari (Solor) Purba: Nusa Tenggara (minus Bali)-Maluku. Dari sana pula asal-usul budaya chemistry itu. Kalau Wallace-Weber membuktikan melalui penyebaran Fauna-Flora, maka Oppenheimer membuktikan dengan penyebaran awal GEN manusia Asli, juga bahasa Austronesia sebagai sumber bahasa dunia, dengan berbagai bukti arkeologis yang ditunjuk dalam bukunya SURGA DI TIMUR itu.

Ciri khusus flora yang menandai wilayah taman eden yang hilang seperti disebut filsuf Plato, Wangi-wangian (Cendana-Cengkeh-Pala) memang di wilayah ini. Keunikan flora ini telah menjadi perselisihan bangsa Eropa (Spanyol-Portugal) yang harus dilerai/mediasi oleh Vatikan (baca CATATAN-ku di wall FB-ku tentang CENDANA,CENGKEH-PALA—dstnya”). Begitupun ciri fauna yang disyaratkan Plato, seperti Gajah (penemuan fosil gajah purba di Flores), jugaGADING gajah itu sampai kini menjadi belis (mas kawin) pada masyarakat Lamaholot pada umumnya (pulau Flores bagian Timur, Adonara, Solor, Lembata), khususnya masyarakat Pulau Adonara. Sedangkan secara geologis, maka geografi Nusa Tenggara-Maluku kekinian merupakan daratan baru (listofer) dari benua yang hilang (Atlantis) itu. Dapat dijelaskan melalui teori pergeseran benua dan dialektika geologi (CATATAN-ku: DIALEKTIKA GEOLOGI NUSA TENGGARA MALUKU…dstnya”.

. Dengan demikian kalau ditandaskan garis Wallace-Weber bahwa Wilayah Poros sebagai wilayah pembagi, dalam pemaknaan Fauna-Flora yang ada di Poros, dapat ke Dataran Sunda (BARAT), juga ke Dataran Sahul (TIMUR). Sedangkan di wilayah BARAT tidak mungkin ke TIMUR, dan sebaliknya. Maka Oppenheimer membuktikan penyebaran manusia dari wilayah Poros (Nusa Tenggara-Maluku) itu melalui kajian GEN orang Asli dan penyebaran Bahasa Austronesia (ke Timur, Barat, Utara, selatan) secara rinci: Utara itu ke Cina melalui Sulawesi dan Sabah, Selatan ke Australia (Aborigin), Timur ke Papua dan Pasifik, Barat ke Jawa (Jawa Purba itu satu daratan dengan Kalimantan-Sumatra-Semananjung Malaya) terus ke India-Mesir- Yunani. Tadi ke Cina itu kelak ke Jepang, juga melalui selat Bering yang dulu masih daratan dengan Amerika akan sampai di Amerika.

Penyebaran yang dikaji Oppenheimer itu lebih menjelaskan kerangka diaspora di saat pemecahan massa benua 3 (kepunahan massal 1) yang mengakhiri Zaman Mesozoikum. Sedangkan menjadi lebih rinci ditunjuk Arysio Santos dalam buku “ATLANTIS THE LOST CONTINENT FINALLY FOUND”, 1997 diindonesiakan “INDONESIA TERNYATA TEMPAT LAHIR PERADABAN DUNIA”, 2009 itu, sesungguhnya menjelaskan diaspora saat akhir zaman Neozikum/akhir Zaman Es (kepunahan massal 2). Walaupun Arysio Santos menunjuk SURGA DI TIMUR itu di paparan Sunda antara Jawa-Kalimantan-Sumatra. Namun yang terpenting di sini rincian penjelasannya tentang penyebaran manusia setelah akhir zaman es (banjir nabi Nuh) itu untuk membantu pemahaman atas kajian Oppenheimer. Sehingga kalau ke UTARA itu menjadi peradaban CINA, ke BARAT menjadi Peradaban INDIA. Kemudian bergeser ke MESIR (piramida), .ke YUNANI menjadi FILSAFAT (LOGIKA, ETIKA, ESTETIKA), ke ROMAWI menjadi SALIB KRISTEN, ke ARAB menjadi BULAN-BINTANG ISLAM. Kemudian melalui AGAMA moderen sebagai pintu gerbang MODERNISASI. maka tampil ILMU PENGETAHUAN seolah-olah AWAL MULA dari PERADABAN & KEBUDAYAAN itu dari BARAT.

Jadi sesungguhnya REVOLUSI NEOLITIKUM yang memperangah dunia waktu itu dan sampai sekarang, dengan berbagai kemajuan di Cina, India, Mesir, Yunani, dsb, datang dari POROS (Timur terjauh-Barat terjauh). Sampai sekarang masih menjadi MISTERI tentang bagaimana terjadi revolusi neolitikum itu, kemajuan sedemikan gemilang waktu itu, yang terus mengilhami berbagai kemajuan sampai kekinian dan tentu akan datang nanti itu, bagaimana dapat dijelaskan dengan ilmu pengetahuan?. Sampai-sampai Karl Marx frustasi dengan filsafat materialisme-nya itu, lalu menuding revolusi neolitikum sebagai revolusi tukang SIHIR. Maka itu penemuan homo floresiensis sesungguhnya juga menjelaskan titik poros yang memediasi misteri penjelasan manusia Raksasa dengan Manusia Kerdil atau manusia Purba dengan Manusia Moderen. Karena adanya bencana (kepunahan massal 1 dan 2) di akhir zaman mesozoikum dan di akhir zaman neozoikum/akhir zaman es menyebabkan manusia, flora, fauna yang selamat menyebar ke berbagai penjuru muka bumi saat itu. Namun dapat terpahami dan termaklumi dalam filsafat purba poros (Solor) dengan simbol ular sebagai matahari purba: “Koten pana doan, Ikung gawe lela naan nuan tutu, nahku nuan tou geniku uliten-empatan muren te Tukak-tukan”, artinya “menyebar sampai jauh ke barat dan bergerak terus sampai ke timur untuk menjadi saksi zaman, namun tetap suatu saat selalu kembali ke poros/sumber”.

Renungkan!!!…bukan saja Karl Marx yang frustasi, begitupun Hegel dengan filsafat Idealisme-nya tidak mampu menjelaskan hal itu. Tidak sampai para filsuf itu saja, melainkan TUHAN-pun frustasi, sampai-sampai merusakan bahasa (komunikasi) di antara mereka saat mereka membangun menara babel untuk menyamai TUHAN. Apa kata TUHAN: “…mulai sekarang apa yang mereka rencanakan dan lakukan pasti berhasil, maka harus hentikanlah mereka” !!! Artinya kalau itu revolusi (menara babel) demi kemuliaan Tuhan dan kemanusiaan Manusia, tentu TUHAN tidak menghentikan. Namun karena kecongkakan mereka untuk menyamai atau melebihi TUHAN, dalam upaya mereka membangun menara babel itu yang menjadi persolan (Genesis 11:1-9).

Filsuf Hegel dengan filsafat kritisnya dalam bukunya Filsafat Sejarah, telah membedah filosofi kehidupan sebagai sebuah Roh (Sabda). Hanya Hegel mampu sebatas menegaskan bahwa hidup kehidupan dimulai dari Roh yang Idealisme (PIKIRAN), sebagai yang awal (tesis). Dikoreksi oleh Karl Marx (antitesis), bahwa hidup kehidupan dimulai dari Roh yang nyata (Materialisme). Tesis Hegel selanjutnya dikenal sebagai filsafat Idealisme, antitesis Marx di kenal sebagai filsafat Materialisme. Memahami hidup kehidupan (di Poros Bumi) Kepulauan Matahari (Solor) Purba (Maluku-Sulawesi-Nusa tenggara), maka tercermarti Filsafat Hegel ini sebagai Taran Wanan (tesis)/Filsafat Barat, sedangkan filsafat Marx ini sebagai Taran Neki (antitesis) Filsafat Timur. Sedangkan Filsafat Solor Purba (PANCASILA) sebagai sintesa merupakan Filsafat Poros, terilham dalam diri putra fajar Bung Karno sewaktu pengasingan di Ende-Flores.

Filsafat Poros mendamaikan/menselaraskan/menserasikan filsafat Barat (Hegel) dengan filsafat Timur (Marx):KODA/SABDA. Maka ada pendapat, bahwa orang cina (Filsafat Timur) untuk kekayaan materi, orang barat untuk kehebatan pikiran(Filsafat Barat), sedangkan orang lamaholot kekayaan nurani, atadiken (manusia). Atau filsuf Plato dengan filsafat DUA DUNIA-nya (Dunia JIWA/Hegel dan Dunia Badan-Raga/Marx. Maka menyatukan JIWA dengan BADAN itu adalah : ROH/Pancasila-Bung Karno. Orang Timur (CINA) boleh mempunyai kekuasaan materi (raga/badan), orang Barat boleh hebat (kaya) pikiran (jiwa), tetapi orang Lamaholot/Solor Purba mempunyai keagungan NURANI/ROH (kemanusiaan) yang menyatukan JIWA dengan BADAN. Filsafat BARAT/tesis, Filsafat TIMUR/antitesis, Filsafat POROS (PANCASILA/KODA) sebagai sintesa.

Kalau cermati dialektika berfilsafat ini, maka memang MANUSIA itu berawal dari POROS (Nurani), menyebar ke BARAT yang lebih mengutamakan pikiran, dan menyebar ke TIMUR yang lebih mengutamakan Raga/materi: nyata. Artinya konflik antara BARAT/tesis dengan TIMUR/antitesis, maka sintesa itu di POROS. Maka bukan berlebihan secara keyakinan kalau ada yang berseloroh bahwa konfik di Timur Tengan antara PALESTINA dengan YAHUDI hanya bisa selesai/damai secara tuntas kalau dengan cara/ritus Solor (Matahari) Purba:Nusa Tenggara-Maluku, yang sampai kini dipraktekan di LAMAHOLOT, yang dikenal dengan LEWOTANAH. Seloroh yang demikian tentu sebagai orang yang mengetahui dan meyakini bahwa SALIB KRISTUS itu sesungguhnya REPLIKA dari SALIB ATLANTIS, maka setelah terselesaikan/damai dengan cara Lamaholot, tentu dengan cara KRISTUS sebagai penyelamat/pendamai ABADI. Maka itu harus berdoa dengan sungguh-sungguh sesuai pola keyakinan kepada YESUS KRISTUS supaya perdamaian menjadi nyata di bumi maupun di akhirat, bagi setiap orang berpemeluk AGAMA apa saja !!!. Karena Kristus datang bukan membawa salah satu agama melainkan membawa TERANG untuk semua agama. Jadi Kristus sendiri datang ke dunia tidak pernah memprokamirkan diri membawa agama melainkan membawa terang.

Diharapkan ke depan generasi baru bangsa Indonesia yang menselaras-serasikan keagungan bathin dan kekayaan materi/jasmani, agar tidak terjebak dalam kegelapan duniawi!!! Bathin yang agung dan kelimpahan materi saling dialektik-integralistik-sinergik supaya mencahaya-terangkan kekaya-rayaan bangsa ini demi pencapain kesejahteraan bersama bathiniah-lahiriah seluruh rakyat Indonesia!!!***

Dataran Oepoi, Kota Karang Kupang, Tanah Timor, 19 Mei 2012
Chris Tokan

HG Heyting Pimpin Kolonisasi Perdana ke Lampung

Kolonisasi perdana di Indonesia berlangsung pada 1905. Tetapi, Pemerintah Hindia Belanda menganggap pemberangkatan dari Jawa ke Lampung tersebut belum sempurna. Perbaikan sistem pun dilakukan secara bertahap. Sampai akhir masa kekuasaannya di Indonesia tahun 1942, Pemerintah Hindia Belanda berhasil melaksanakan 32 kolonisasi ke Lampung dengan tiga sistem berbeda. Perbedaan sistem dikenal dengan periodisasi pelaksanaan kolonisasi.

Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lampung (Unila) Wakidi mengatakan, ketiga sistem terbagi menjadi, sistem cuma-cuma periode 1905-1911, sistem pinjaman bank periode 1912-1928, dan sistem bawon periode 1932-1941.

“Pada periodisasi ketiga, muncul juga sistem keluarga yang berlangsung pada 1937-1941,” tutur Wakidi saat ditemui di kediamannya, Sabtu (10/3).

Meskipun begitu, data yang disampaikan Wakidi ternyata memiliki perbedaan dengan arsip serupa milik Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Lampung. Perbedaan tampak pada waktu pelaksanaan sistem pinjaman bank. Disnakertrans mencatat, periode kedua berlangsung pada 1912-1922. Tetapi, penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga sistem tersebut tidak banyak terdapat dalam kearsipan Disnakertrans Lampung.

Periode kolonisasi 1905-1911, menurut Wakidi, merupakan masa percobaan pelaksanaan kolonisasi. Pemerintah Hindia Belanda masih memperkirakan kemungkinan keberhasilan program tersebut. Supaya berhasil, pemerintah mengatur segala keperluan bagi pelaksanaan kolonisasi. Hal itu dilakukan bahkan dalam pelaksanaan ekspedisi pemindahan penduduk.

“Pada 1905 yang merupakan kolonisasi pertama, kolonis dipimpin langsung Asisten Residen Banyumas HG Heyting yang merupakan pejabat Pemerintahan Hindia Belanda. Kolonis memanggilnya Tuan Steng. Dia menemani seluruh perjalanan dari Jawa sampai Lampung,” terang Wakidi.

Pada periode dengan sistem cuma-cuma, Pemerintah Hindia Belanda menanggung penuh biaya pemindahan penduduk dari Jawa ke Lampung. Penduduk yang mengikuti kolonisasi mendapatkan segala kebutuhan dari pemerintah secara cuma-cuma. Pemenuhan kebutuhan diberikan untuk satu tahun sejak kepindahan.

Biaya pemindahan penduduk per keluarga, lanjut Wakidi, rata-rata mencapai 750 gulden. Jumlah itu digunakan untuk pengangkutan kolonis dari daerah asal sampai ke daerah kolonisasi, penginapan sementara dalam bedeng, pembuatan rumah, dan porskot (semacam uang saku) kepada setiap keluarga.

Pemerintah Hindia Belanda juga menggunakan anggaran tersebut untuk pembelian alat rumah tangga, alat pertanian, pembukaan lahan pekarangan dan sawah, bibit tanaman, hewan ternak, pelayanan kesehatan dan obatan-obatan, serta keperluan makan yang terdiri dari beras, palawija, dan ikan asin.

“Ikan asin waktu itu menjadi makanan umum di Lampung. Dalam arsipnya, pemerintah menanggung biaya untuk satu tahun. Tetapi laporan yang disampaikan koran-koran Belanda, kolonis hanya menerima tanggungan untuk enam sampai delapan bulan,” urai Wakidi.

Masa percobaan kolonisasi tidak berlangsung mulus. Wakidi menerangkan, faktor pertama yang menjadi penyebab adalah latar belakang kolonis. Banyak dari kolonis memiliki latar belakang petani. Dengan pemberian pelatihan yang sangat singkat, banyak kolonis tidak mampu mengelola lahan dengan baik.

“Banyak juga yang sebelumnya merupakan pengangguran dan pengemis. Perekrutan kolonisasi sebenarnya ada unsur paksaan juga karena pendataan dilakukan aparat berwajib. Jadi, walaupun tidak punya kemampuan, mereka mau tidak mau tetap berangkat,” tutur peraih gelar Magister Humaniora Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1997 tersebut.

Karena tidak mempunyai keahlian bertani, banyak kolonis kemudian menjadi malas-malasan bekerja. Bahkan, beberapa di antara mereka memutuskan untuk kembali ke daerah asal karena merasa tidak betah dengan kehidupan kolonisasi.

Faktor lain penyebab ketidakberhasilan kolonisasi sistem cuma-cuma adalah fasilitas sosial yang kurang optimal dalam pemberian pelayanan. Wakidi mencontohkan, salah satunya adalah sarana kesehatan.

Pemerintah Hindia Belanda sebenarnya telah menyediakan fasilitas kesehatan. Walaupun begitu, dukungan pemerintah untuk operasional fasilitas dapat dikatakan tidak ada. Sehingga, petugas kesehatan pun tidak bekerja secara optimal untuk memberikan pelayanan.

Banyak kolonis yang meninggal karena terkena penyakit. Wakidi mengatakan, penyakit yang menyerang masyarakat ketika itu, antara lain malaria dan disentri. Hal itu karena lingkungan tempat kolonisasi yang terbilang kumuh.

“Mantri kesehatan ada. Jawatannya ada. Tetapi, (mantri) tidak mau mengurus. Mereka tidak kerja karena tidak ada support (dukungan) dari pemerintah (Hindia Belanda),” terang Wakidi.

Melihat besaran biaya dan kendala yang timbul pada masa percobaan, Pemerintah Hindia Belanda mulai merencanakan sistem baru dalam pelaksanaan kolonisasi. Pemerintah tidak ingin lagi menjamin secara penuh biaya pelaksanaan kolonisasi. Biaya yang masih dijamin pemerintah hanya pada proses pemindahan penduduk. Kolonis akan menanggung sebagian biaya perpindahan melalui sistem pinjaman bank. Pinjaman tersebut akan dikembalikan secara bertahap oleh kolonis. Periode ini berlangsung selama kurang lebih 16 tahun, yaitu antara 1912-1928.

Dengan penerapan sistem utang, Wakidi menjelaskan, Pemerintah Hindia Belanda berharap kolonis akan berusaha lebih keras di daerah kolonisasi. Sebab, kolonis akan merasa memiliki tanggungan yang harus dikembalikan.

“Kolonis terlebih dahulu diberi dana. Harapannya kalau berutang, kolonis akan berusaha lebih keras,” tutur Wakidi.

Untuk melaksanakan sistem pinjaman bank, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Lampongsch Volkbank atau Bank Rakyat Lampung. Bank yang berkedudukan di Telukbetung itu mulai bekerja sejak tahun 1912.

Sistem baru tersebut ternyata masih memiliki kendala. Wakidi menuturkan, kolonis memiliki kebiasaan tanggung renteng atau tanggungan bersama dalam peminjaman dana ke bank. Ketika satu kolonis meminjam dana kepada bank, dana pinjaman tersebut kemudian dipinjamkan kembali kepada kolonis lain. Sehingga, bank mengalami kesulitan ketika menagih utang.

Kesulitan pengembalian utang juga terjadi karena perputaran uang di daerah kolonisasi rendah. Penyebabnya, kolonis mengalami kesulitan dalam menjual hasil panen mereka. Meskipun hasil panen melimpah, kolonis tidak serta merta langsung mendapatkan uang.

“Dulu, hasil panen masih dibawa ke Pasar Bambu Kuning di Tanjungkarang yang cukup jauh karena belum ada alat transportasi. Pasar (di sekitar daerah kolonisasi) waktu itu belum ada. Kolonis menjual sendiri hasil panen mereka. Itu mengakibatkan tingkat sirkulasi uang kolonis menjadi rendah,” urai Wakidi.

Keadaan kolonis semakin membaik pada 1930-an. Hal itu terlihat dari hasil panen yang berlimpah. Bahkan, kolonis tidak mampu untuk memanen sendiri hasil pertanian yang mereka hasilkan. Kondisi ini menjadi awalan penerapan periode sistem bawon pada 1932-1941.

Karena ketidakmampuan untuk memanen hasil pertanian sendiri, kolonis meminta kepada Pemerintah Hindia Belanda supaya keluarga mereka di Jawa didatangkan ke daerah kolonisasi. Harapannya, keluarga kolonis bisa turut membantu mereka memanen.

Pemerintah Hindia Belanda menyetujui permintaan kolonis dan memberangkatkan keluarga mereka di Jawa untuk membantu panen di daerah kolonisasi. Wakidi menjelaskan, keluarga kolonis yang datang untuk sementara masih tinggal di rumah kolonis ketika sampai pertama kali dan bekerja kepada kolonis dengan membantu memanen. Ketika panen selesai, kolonis kemudian membagi hasil panen kepada keluarga yang membantu mereka yang telah menjadi kolonis baru.

Sementara itu, Pemerintah Hindia Belanda menyiapkan lahan yang akan digarap kolonis baru. Pemerintah juga mendirikan bedeng-bedeng sebagai tempat tinggal sementara kolonis baru. Kolonis baru tinggal di bedeng sampai dapat membangun rumah sendiri.

Untuk keperluan hidup sehari-hari, sebelum lahan yang digarap menuai panen, koloni baru bergantung kepada hasil panen yang mereka dapatkan dari membantu koloni lama.

Adapun, kolonisasi sistem keluarga yang timbul pada masa yang bersamaan dengan sistem bawon memiliki mekanisme yang tak berbeda jauh. Hanya saja, kepindahan penduduk dibiayai keluarga kolonis yang sudah berada di daerah kolonisasi.

Tahun 1932 yang menjadi awal pelaksanaan sistem bawon, Pemerintah Hindia Belanda untuk pertama kalinya mulai membuka daerah kolonisasi baru di Lampung. Sejak kolonisasi perdana pada 1905, pemerintah menempatkan kolonis di satu daerah di Lampung, yaitu Gedong Tataan (saat ini menjadi kecamatan di Kabupaten Pesawaran). Pembukaan daerah kolonisasi baru karena Gedong Tataan dianggap sudah penuh. Pada tahun tersebut, jumlah kolonis di Gedong Tataan sudah sebanyak 29.863 jiwa.

Daerah baru yang dibuka Pemerintah Hindia Belanda berada di Gedong Dalam, Sukadana. Sebagian penduduk yang dipindahkan pada 1932 pun sudah mulai menempati daerah tersebut.

Walaupun begitu, perbedaan data kembali ditunjukkan Disnakertrans Lampung. Dalam data Disnakertrans Lampung mengenai penempatan transmigran pada periode kolonisasi, kolonis baru ditempatkan ke Sukadana pada 1934.

Dengan adanya periodisasi sistem, Wakidi memandang, hal itu menunjukkan pelaksanaan kolonisasi tidak sekadar hanya untuk memindahkan penduduk karena kepadatan yang terjadi di Jawa. Pemerintah Hindia Belanda memiliki tujuan politis lain demi mempertahankan kepentingan penjajahan.

Berdasarkan tinjauan yang dilakukan Wakidi, kolonisasi memiliki tujuan tersembunyi untuk mengantisipasi terjadinya pemberontakan di Jawa. Pemerintah Hindia Belanda melihat, jumlah penduduk Jawa yang semakin banyak sangat rentan menimbulkan pemberontakan terhadap pemerintahan penjajah.

“Pemberontakan-pemberontakan banyak terjadi pada abad ke-19 di Jawa. Salah satu yang terbesar adalah perang Diponegoro. Pemerintah khawatir, banyaknya penduduk Jawa dapat memudahkan terjadinya pemberontakan. Hal ini tentunya berbahaya bagi keberadaan pemerintah (Hindia Belanda),” urai Wakidi.

Pemerintah berharap, pemindahan penduduk bisa mengurangi ketegangan yang terjadi di Jawa. Sehingga, pemberontakan maupun kerusuhan yang mungkin terjadi dapat dieliminasi.

Tujuan tersembunyi lain yang diharapkan Pemerintah Hindia Belanda dalam kolonisasi, menurut Wakidi, adalah untuk menyediakan tenaga kerja murah bagi perusahaan perkebunan swasta di luar Jawa. Pada 1939, sebanyak 41 perusahaan perkebunan swasta asing telah beroperasi di Lampung.

“Perusahaan perkebunan swasta asing yang operasional di Lampung rata-rata menanam karet,” tutur Wakidi.

Daerah kolonisasi di Lampung, lanjut Wakidi, diletakkan tidak jauh dari lokasi keberadaan perusahaan perkebunan. Daerah kolonisasi diharapkan bisa berkembang menjadi sebuah keramaian baru. Sehingga, perusahaan perkebunan dapat dengan mudah mendapatkan tenaga kerja murah untuk bekerja di perusahaan mereka.

“Ambil contoh sarana irigasi. Pengairan yang dibuat pemerintah dialirkan untuk kepentingan perusahaan. Sementara, wilayah kolonisasi tidak diberikan. Ini menunjukkan ada idealisme lain pemerintah,” kata Wakidi.

Hal serupa juga disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia (PATRI) Muhajir Utomo. Menurut Muhajir, pemenuhan tenaga kerja di luar Jawa menjadi satu bagian dari tujuan pemindahan penduduk.

“Adanya (perusahaan) perkebunan di luar Jawa menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda merasa perlu membuat program yang bisa menyelesaikan masalah kependudukan di Jawa sekaligus pemenuhan tenaga kerja di luar Jawa,” jelas Muhajir, Jumat (9/3).

Selama berkuasa di Indonesia, Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan 32 kali kolonisasi dari Jawa ke Lampung sejak 1905-1941. Kepala Seksi Transmigrasi Disnakertrans Lampung Neneng Sulasiah mengatakan, daerah asal kolonis di Jawa berasal dari Kedu dan Banyumas.

Sementara, penduduk yang berasal dari Madura baru mulai berpindah ke Lampung pada 1939-1940. Penduduk yang mengikuti kolonisasi lainnya adalah mantan buruh kontrak di Jawa. Kolonisasi mantan buruh kontrak terjadi pada 1932-1938 serta 1941.

“Kami kurang mengetahui daerah asal mereka. Yang pasti, mereka adalah eksburuh kontrak yang bekerja di Jawa,” tutur Neneng saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (8/3).

Selama masa penjajahan Belanda, kolonisasi ke Lampung mampu memindahkan 44.681 kepala keluarga (KK) atau 180.020 jiwa. Pemerintah Hindia Belanda hampir setiap tahun melakukan kolonisasi ke Lampung. Meskipun pada tahun tertentu, kolonisasi tidak dilaksanakan ke Lampung. Sejak 1905-1941, secara total, pemerintah tidak melaksanakan kolonisasi selama 14 tahun, yakni pada 1907-1911, 1923-1927, 1929-1931, dan 1933.

Tetapi, pemberangkatan kolonisasi pada tahun lainnya dilaksanakan lebih dari satu kali per tahun. Hal itu tampak pada kolonisasi tahun 1917, 1919, 1922, 1937, dan 1938 yang berlangsung dua kali per tahun serta tahun 1921 dan 1940 yang dilaksanakan tiga kali per tahun.

Setelah Pemerintah Hindia Belanda mengakhiri kekuasaan di Indonesia, kolonisasi ternyata masih dilanjutkan penguasa Indonesia berikutnya, yaitu Pemerintah Jepang. Disnakertrans mencatat, kolonisasi ke Lampung pada masa pemerintahan berlangsung satu kali pada 1943. Berbeda dengan kolonisasi Pemerintah Hindia Belanda, kolonisasi yang dilakukan Pemerintah Jepang adalah memindahkan romusha (pekerja paksa). Jumlah romusha yang dipindahkan sebanyak 6.329 KK atau 31.700 jiwa.

Ridwan Hardiansyah

Perjuangan Nabi Muhammad saw. di Mekkah dan Madinah: Sebuah Kajian Sîrah Nabawiyyah

Abstrak:

Artikel ini menitik beratkan kajiannya pada sejarah perjuangan nabi Muhammad saw. di Mekkah dan Madinah, strategi perjuangan nabi saw., dan kunci kesuksesan kepemimpinan Nabi saw. Sampai kapanpun, orang tetap tertarik untuk mengkaji sejarah hidup nabi Muhammad saw. karena kesuksesannya di dalam berdakwah yang sangat cepat sehingga hanya dalam waktu 23 tahun saja, Nabi Muhammad saw. mampu mendirikan Negara Madinah, bukan Negara agama dan juga bukan Negara Arab. Fenomena kebesaran, kehebatan, dan kesuksesan Nabi Muhammad saw. yang sangat cepat ini, yang diakui tidak hanya oleh para pengikutnya, tetapi juga oleh para lawan-lawanya, penting untuk dikaji untuk menemukan cara-cara dan strategi yang tepat untuk meraih kesuksesan di dalam dakwah Islamiyyah saat ini dan juga untuk menggali kunci-kunci kesuksesan kepemimpinan Nabi Muhammad saw. untuk diterapkan pada zaman modern ini. Dengan itu dapat diharapkan, akan lahir tokoh-tokoh dan para pemimpim Islam yang mampu meneladani sifat-sifat kepemimpinan Nabi saw.

This article concentrates its study to the history of struggle of Prophet Muhammad peace be up on him in Mecca and Madina, strategy of struggle of the prophet, and success keys of prophet leadership. Untill now days, every student of Islamic history remained interested in studying history of the Prophet Muhammad peace be up on him because his very fast success in Islamic mission and propaganda. Only in 23 years, Prophet Muhamamd peace be up on him is able to establish Medinan state, not religion state nor Arabic state. The phenomenon of greatness and success of Prophet Muhammad was admitted not only by his followers, but also by his opponents. Therefore, it is significant to study this historical phenomenon to find methods, precise strategies to gain success in Islamic mission and propaganda in now days and also to unearth and discover success keys of Prophet Muhammad leadership to apply them in this modern era. By understanding and imitating an example from the Prophet Muhammad, it is hoped that Islamic figures and leaders who is able to follow the characters of Muhammad leadership will be born.

Keywords:

Perjuangan Nabi, Sîrah Nabawiyyah, Strategi Perjuangan, Kunci Kesuksesan

Pendahuluan

Tidak dapat diingkari oleh siapapun bahwa nabi Muhammad saw. adalah manusia terbesar di muka bumi. Kebesarannya tidak hanya diakui oleh orang muslim, tetapi juga oleh orang-orang Barat; tidak hanya diakui oleh para pengikutnya, tetapi juga oleh para lawannya. Nabi Muhammad saw. adalah manusia sempurna (insân kâmil). Memang benar ia adalah manusia biasa, tetapi di sisi lain ia tidak seperti umumnya manusia. Syair Arab mengatakan: Muhammadun basyarun lâ kalbasyari bal huwa kal yâqûti baina al-hajari. Muhammad adalah manusia, tetapi tidak seperti manusia lainnya. Ia seperti yâqût (batu mulia) di antara batu-batu.

Alquran mengatakan:

Qul Innamâ ana basyarun mitslukum yûhâ ilayya annamâ ilâhukum ilâhun wâhidun. (18:110)

Katakan, “Sesungguhnya aku adalah manusia biasa seperti kalian yang diberi wahyu bahwasannya Tuhan kalian adalah Tuhan yang Esa. Kebesaran Nabi Muhammad saw. inilah yang mendorong setiap orang dari dulu hingga kini selalu ingin mengetahui rahasia-rahasia di balik kesuksesannya menyebarkan agama dan menjadi pemimpin umat manusia.

Oleh karena itu, tulisan ini mengkaji sejarah perjuangan Muhammad saw. sebagai seorang nabi dan rasul di Mekkah dan Madinah yang menfokuskan diri pada berbagai problem dan tantangan yang dihadapi oleh Muhammad saw. dan bagaimana ia menghadapi dan memecahkan problem-problem itu, lalu dilanjutkan dengan mengkaji strategi yang digunakan dan kunci kesuksesan Muhammad saw. dalam perjuangannya untuk mempertahankan dan menyebarkan agama Islam kepada Suku kafir Quraisy pada khususnya dan bangsa Arab pada umumnya.

Kajian ini dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber yang berupa sîrah nabawiyyah karena selama ini tampaknya yang sudah seringkali dikembangkan oleh para ulama Indonesia dan para mahasiswanya adalah kajian hadis dan sejarah Islam awal, sementara kajian sirah nabawiyyah kurang dikembangkan dan oleh karena itu kurang dikenal dan diminati oleh para mahasiswa di jurusan tafsir hadis pada khususnya dan di berbagai UIN, IAIN, dan STAIN di Indonesia. Dengan kajian ini, diharapkan akan memberikan rangsangan, nuansa dan arah baru bagi pengembangan studi sirah nabawiyyah di Indonesia dan di negara-negara muslim lainnya.

Nabi Muhammad saw. dan Wahyu

Muhammad bin ‘Abdullah dilahirkan dari kalangan keluarga terhormat yang relatif miskin, keturunan suku Quraisy di Mekkah sekitar tahun 570 M. Ayahnya telah meninggal sebelum ia lahir dan ibunya berpulang kerahmatullah ketika ia masih anak-anak. Ia dibesarkan olah pamannya, Abu Thalib, yang meskipun tak pernah mau menerima Islam, tetapi membela keponakannya mati-matian dari sikap permusuhan orang-orang Mekkah yang membenci agama Islam yang baru itu. Ia adalah orang yang jujur, dapat dipercaya dan berakhlak luhur. Khadijah, seorang janda kaya yang lebih tua lima belas tahun daripadanya dan mempekerjakannya untuk mengurus perdagangannya begitu terkesan oleh kejujuran dan akhlaknya sehingga ia meminta Muhammad menjadi suaminya. Muhammad yang waktu itu berusia dua puluh lima tahun menerima permintaan itu dan tidak kawin lagi sampai Khadijah meninggal di saat Muhammad saw. berusia lima puluh tahun. Kita juga tahu bahwa keluhuran budi Muhammad mendorongnya untuk menyepi secara teratur di Gua Hira di luar kota Mekkah untuk berkontemplasi. Proses kontemplasi batiniyah untuk mencapai pengalaman moral-religius ini mencapai puncaknya dengan turunnya wahyu kepadanya pada saat ia sedang tenggelam dalam perenungannya yang dalam. Wahyu-wahyu awal yang diterima Muhammad saw. tentu saja terkait dengan persoalan ide monoteisme (tauhîdullah), yakni ide tentang keesaan Tuhan dan terkait dengan persoalan humanisme dan rasa keadilan ekonomi dan sosial di kalangan bangsa Arab. Siapapun yang membaca Alquran dengan teliti akan berkesimpulan demikian. Alquran (107) mengatakan, Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang berlaku buruk terhadap anak-anak yatim dan tidak menganjurkan (orang) untuk memberi makan kepada orang miskin. Maka, celakalah orang-orang yang (walaupun) shalat, (namun) lalai dalam shalatnya, orang-orang yang shalatnya hanya riya` (untuk dilihat orang saja) dan menolak (untuk memberikan) pertolongan sehari-hari (bagi yang memerlukannya).

Semangat inilah yang kelak menghasilkan terbentuknya masyarakat Islam di Madinah. Nabi tampaknya menegaskan: satu Tuhan – satu ummat manusia. Perlu digarisbawahi bahwa, baik monoteisme maupun perasaan keadilan sosial-ekonomi, bukanlah sifat khas penduduk kota Mekkah atau bangsa Arab semata; sebaliknya, paham persamaan yang dikemukakan oleh Islam, dalam sifatnya sendiri, betul-betul melampaui ideal nasional manapun juga.

Menurut hadis, wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi adalah wahyu berikut:

Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan; yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah yang mengajar dengan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Ketahuilah sesungguhnya manusia itu benar-benar melampaui batas, karena ia melihat dirinya serba cukup. Akan tetapi, kepada Tuhanmulah semuanya akan kembali. (Alquran 96: 1-8).

Cerita-cerita paling awal tentang Muhammad saw merujuk kepada kenyataan bahwa pengalaman ini terjadi dalam atau disertai oleh suatu keadaan ‘setengah sadar’ atau ‘kwasi mimpi’, karena Nabi diriwayatkan, setelah menceritakan pengalamannya itu, telah mengatakan: “Kemudian aku terjaga”. Bersama dengan berlalunya waktu, Nabi Muhammad saw mulai melancarkan perjuangan yang berat dengan dasar keyakinan-keyakinannya, dan pengalaman-pengalaman menerima wahyu ini menjadi semakin sering, sementara tradisi Islam menjelaskan bahwa pengalaman-pengalaman wahyu Nabi ini (ketika ia menyelam ke relung kesadaran yang paling dalam) biasanya disertai oleh gejala-gejala fisik tertentu.

Perjuangan Nabi Muhammad Di Mekkah dan Madinah saw.

Dakwah Nabi Muhammad saw. mendapat tantangan sengit dari warga kota Mekkah terutama dari kelompok penguasa kota tersebut. Mereka tidak hanya takut pada tantangan nabi Muhammad saw terhadap agama tradisional mereka yang politeisme itu, tetapi juga khawatir kalau struktur masyarakat mereka sendiri dan kepentingan dagang mereka, akan tergoyahkan langsung oleh ajaran Nabi Muhammad saw yang menekankan keadilan sosial, yang makin lama makin menjurus dalam kutukannya terhadap riba, dan desakannya mengenai zakat. Segala macam tuduhan dilontarkan kepada nabi: bahwa ia adalah orang yang kesurupan, seorang penyihir, dan bahwa ia kehilangan keseimbangan pikiran. Sementara perjuangan nabi terus berlangsung, ajaran Nabi sedikit demi sedikit dirumuskan dengan jelas, baik dengan cara mengeksplisitkan teologi dasarnya melalui strategi argumentasi maupun oleh suatu proses kristalisasi kewajibankewajiban spesifik yang dikenakan terhadap pengikut-pengikutnya, baik yang menyangkut diri mereka sendiri maupun vis a vis kelompok yang memusuhi mereka. Secara kronologis, ajaran pertama yang ditanamkan oleh Alquran setelah monoteisme dan keadilan sosial-ekonomi adalah tentang hari pengadilan dan pertangungjawaban akhir dari perbuatan manusia. Manusia tidak hanya pendurhaka, tetapi juga pemberontak yang keras kepala. Karena itu, haruslah ada perhitungan moral di mana hukuman berat disediakan bagi orang-orang yang tidak percaya dan para pelaku kejahatan, sedangkan ganjaran yang besar akan diberikan kepada orangorang yang shaleh. Sementara itu, tugas nabi adalah menyiarkan risalah dan memberi peringatan dengan tak kenal lelah, siapa tahu mereka akan sadar kembali.

Alquran pada periode Mekkah juga berualng-ulang berbicara tentang kisah Nabi-nabi terdahulu, Ibrahim, Nuh, Musa, Isa, dan lain-lain, yang juga adalah orang-orang yang dimusuhi masyarakatnya, yang risalahnya pun telah disambut dengan sikap keras kepala oleh sebagian besar masyarakatnya. Kisah-kisah tersebut makin lama makin lengkap dan gambaran nabi-nabi terdahulu itu semakin mempunyai bentuk yang pasti. Mempertanyakan - dari mana sumber-sumber riwayat nabi-nabi di dalam Alquran berasal - tidak penting dalam menegaskan makna dan keaslian risalah nabi. Karena yang utama adalah bagaimana kita bisa memahami fungsi dan makna cerita-cerita tersebut.

Dalam perjuangannya, walaupun pernah mengalami kekecewaan-kekecewaan, Nabi Muhammad saw tak pernah kehilangan harapan untuk meraih keberhasilan dan kemenangan dalam tugasnya. Orang-orang nampaknya menaruh penekanan terlalu banyak pada peristiwa lahiriyah secara rinci dan teliti dalam riwayat hidup nabi, tetapi tidak cukup memberikan perhatian kepada sejarah spiritual batiniahnya yang penuh pergolakan, yang masih harus disusun dengan lengkap. Sebelum Muhammad menerima tugas kenabian, pikirannya selalu terganggu oleh masalah-masalah tentang situasi dan nasib manusia. Hal ini mendorongnya untuk menyepi dan berkontemplasi secara teratur. Dari perjuangan jiwanya yang tak kenal menyerah untuk menemukan jawaban, turunlah wahyu. Tentang hal ini, Alquran mengatakan (94: 1-3): “Tidakkah Kami telah melapangkan kesesakan dadamu dan melepaskan beban yang memberatkan punggungmu?” Dengan demikian, seluruh sejarah batin nabi selanjutnya tergaris antara dua batas, yakni kekecewaan yang disebabkan oleh sikap warga Mekkah, yang merupakan masalah di luar kekuasaannya, dan usaha untuk mensukseskan misinya. Demikian kuatnya semangat Nabi untuk berhasil hingga Alquran berulangkali menyinggung tentang keadaan dirinya, baik pada periode Mekkah maupun periode Madinah. ‘Tidaklah Kami turunkan Alquran kepadamu (hanya) untuk membuatmu menderita.’ (20:2). Bahwa perhatian Nabi dan keprihatinannya terhadap masyarakat Yahudi dan Kristen di Madinah pada dasarnya adalah sama dengan perhatian dan keprihatinannya terhadap orang-orang kafir Arab di Mekkah. Nabi tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan yang diperolehnya untuk melaksanakan rencananya. Musuh-musuhnya, baik ketika di Mekkah maupun di Madinah, yang mengetahui semangat Nabi yang demikian besarnya demi perjuangan kemanusiaan ini, menawarkan kepadanya kesempatan-kesempatan pancingan dengan imbalan konsesi-konsesi dari Nabi, tetapi Alquran terus-menerus memperingatkan Nabi tentang setiap kemungkinan kompromi dan menegaskan perbedaan antara kompromi dan strategi. ‘Mereka ingin, kalau saja engkau mau berkompromi maka mereka juga mau berkompomi.’ (68:9).

Strategi Nabi Muhammad saw.

Di Mekkah Nabi telah memperoleh sekelompok pengikut yang kecil jumlahnya, tapi bersemangat kuat. Namun setelah tiga belas tahun berdakwah dan berjuang terus menerus, tampak jelas bahwa gerakannya menemui jalan buntu. Dan tampaknya kecil sekali harapan untuk cepat-cepat memperoleh keberhasilan menghadapi perlawanan warga Mekkah yang keras kepala itu. Ketika itulah, orangorang Madinah mengadakan hubungan dengan Nabi dan mengundangnya untuk pindah ke kota tersebut, dan menjadi pemimpin politik dan agama. Karena alasan ini, tidak mungkin untuk menganggap Nabi telah kehilangan harapan atau ditolak sama sekali di Mekkah, walaupun perjuangannya baru memperoleh kemajuan sedikit saja, dan seperti dikatakan tadi, tampaknya seolah-olah menemui jalan buntu. Seandainya misinya memperoleh kemajuan yang memuaskan, tentulah ia tidak akan meninggalkan Mekkah, karena menguasai kota tersebut yang merupakan pusat keagamaan bangsa Arab, adalah tujuan utamanya. Namun sebaliknya, ia juga bukan sama sekali tidak diikuti orang di Mekkah, karena kalau tidak demikian, jelas orang-orang Madinah itu tidak akan memintanya untuk menjadi pemimpin agama dan politik mereka.

Di Madinah, Nabi mengeluarkan sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dengan menekankan kerja sama seerat mungkin dengan sesama kaum muslimin, dan menyerukan kepada orang-orang muslim dan Yahudi untuk bekerja sama demi keamanan mereka bersama, dan sejauh menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak diberikan kepada Nabi untuk memutuskan dan mengadili perselisihan-perselisihan di antara mereka. Dalam waktu yang singkat, nabi berhasil membina persaudaraan sejati yang kokoh dan efektif di antara imigran-imigran muslim Mekkah dan kaum muslimin Madinah, suatu fenomena yang menakjubkan ahli-ahli sejarah, baik dahulu maupun sekarang. Setelah keberhasilan ini diperoleh, Nabi beralih pada tugas yang meruapakan faktor yang menentukan dalam misi kerasulannya, yakni menarik Mekkah untuk menerima Islam, dan melalui kota pusat keagamaan ini selanjutnya menyebarkan Islam ke daerah-daerah lain. Karenanya, sejak saat itu, seluruh usaha nabi dikerahkan untuk mencapai tujuan ini.

Di Mekkah, ia telah berusaha sekeras-kerasnya, tapi tampaknya tidak ada hasilnya. Dalam semangatnya, ia ingin melakukan strategi dan tindakan-tindakan yang kadang-kadang menjurus kepada bahaya kompromi. Kenyataan yang sebenarnya adalah bahwa nabi mempunyai strategi yang jitu, yakni merebut Mekkah terlebih dahulu, untuk kemudian dari kota ini, menyiarkan Islam ke daerah-daerah lainnya. Inilah target utama Nabi yang akan ia jalankan, sekalipun seandainya ia masih di Mekkah. Ada dua faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini: pertama, Mekkah adalah pusat keagamaan bangsa Arab dan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islamlah, Islam bisa tersebar ke luar. Kedua, apabila suku Muhammad sendiri dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang besar, karena orang-orang Quraisy, dengan kedudukan mereka sendiri serta pakta-pakta antarsukunya, mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar. Bahkan dalam periode Mekkah awal, Alquran menyuruh Nabi untuk lebih dahulu mendekati sanak keluarganya yang terdekat dan suku bangsanya.

Kunci Kesuksesan Kepemimpinan Nabi Muhammad saw.

Sejarah mencatat bahwa kepemimpinan Rasulullah saw berlangsung bukan tanpa hambatan. Ia menghadapi hambatan fisik maupun mental. Ia diejek, dicemooh, dihina dan disakiti. Pada malam berhijrah dari Mekkah ke Yatsrib, rumahnya dikepung oleh orang-orang beringas. Namun hambatan-hambatan itu tidak membuatnya putus asa dan gagal dalam melaksanakan tugas. Bahkan dalam waktu yang relatif singkat, ia mampu menyelesaikan tugasnya membina satu masyarakat yang sebelumnya dikenal sangat bobrok, serakah, fatalistik, anarkhis dan terpecah belah menjadi satu masyarakat yang ideal, berkeadilan dan sejahtera dunia dan akhirat.

Oleh karena itu, kita seharusnya bertanya, apa kunci kesuksesan kepemimpinan Rasulullah saw. selain karena petunjuk, bantuan, dan perlindungan Allah swt. Paling tidak ada beberapa hal yang perlu dikemukakan di sini.

Pertama, akhlak Nabi yang terpuji tanpa cela. Muhammad saw. sejak muda sebelum diangkat menjadi rasul terkenal lemah lembut, namun penuh daya vitalitas, berakhlak mulia, jujur, dan tidak mementingkan diri sendiri atau sukunya. Sejak muda, Muhammad saw. telah mendapat gelar al-amîn, karena kejujurannya. Karena kejujurannya pula, ia mendapat kepercayaan dari Khadijah yang kemudian menjadi istri dan pendukungnya untuk membawa dagangannya ke Syria. Karena terkenal jujur dan keyakinan tidak akan berpihak, maka majlis Hilf al-Fudhul mempercayakan kepadanya untuk memutuskan siapa yang akan meletakkan hajar aswad pada tempatnya setelah Kakbah selesai direnovasi.

Kedua, karakter Nabi yang tahan uji, tangguh, ulet, sederhana dan bersemangat baja. Rasulullah saw. walaupun sejak lahir sudah dalam keadaan yatim, dan lahir dari kalangan suku yang terkemuka dan cucu dari pimpinan suku, tetapi ia tidak mau hidup manja dan menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Sejak kecil, ia ikut menggembalakan ternak keluarga dan pada usia dua belas tahun, ikut membantu pamannya berdagang, melawat ke Syria, satu perjalanan sulit dan cukup berbahaya pada waktu itu. Sikap percaya diri dan pengalaman hidup yang penuh perjuangan telah menggembleng dirinya menjadi seorang pemimpin yang tidak akan surut dalam perjuangan.

Ketiga, sistem dakwah Nabi yang menggunakan metode imbauan yang diiringi dengan hikmah kebijaksanaan. Nabi menyeru manusia agar beriman, berbuat yang shaleh dan mencegah kemungkaran tanpa unsur paksaan sedikitpun. Allah swt. sendiri memerintahkan, La ikrâha fî al-dîn (tidak ada paksaan dalam agama). Ketika Nabi berhasil merebut kota Mekkah dan memegang pucuk pimpinan, Nabi tidak melakukan tindakan balasan apapun terhadap orang-orang yang pernah mengejek, mencemooh, dan menyakitinya.

Keempat, tujuan perjuangan Nabi adalah sangat jelas yakni ke arah penegakan keadilan dan kebenaran serta menghancurkan yang batil, tanpa pamrih kepada harta, kekuasaan dan kemuliaan duniawi. Nabi menolak tawaran para pemuka Quraisy Jahili untuk menukar gerak perjuangannya dengan harta, tahta, dan wanita.

Kelima, prinsip persamaan derajat. Nabi dalam pergaulan sehari-hari, bersikap sama terhadap semua orang. Tutur sapanya, lemah lembutnya, senyum manisnya, tidak berbeda antara satu dengan yang lain. Antara yang kaya dan yang miskin, antara yang lemah dan yang kuat, antara musuh dan sahabat. Ia tidak pernah menghardik, menghina, atau bermuka masam kepada siapapun.

Keenam, prinsip kebersamaan. Nabi dalam menggerakkan orang berbuat tidak hanya memberikan perintah, tetapi ia sendiri ikut terjun memberikan contoh. Ketika masyarakat Madinah membangun masjid Kubah yang sekaligus pula akan menjadi tempat kediamannya, ia ikut menyingsingkan lengan baju dan jubahnya untuk mengangkut tanah liat yang akan dijadikan sebagai dinding masjid.

Ketujuh, mendahulukan kepentingan dan keselamatan pengikut atau anak buah. Ketika sikap permusuhan orang-orang Quraisy Jahili sudah sampai pada tahap sadistis, Nabi memerintahkan sebagian kaum muslimin berhijrah ke Abbesynia, Habasyah, demi keselamatan iman dan fisik mereka, sedangkan Nabi sendiri beserta beberapa orang sahabat lain termasuk Abu Bakar, Umar, dan Ali tetap tinggal di Mekkah menghadapi segala macam cobaan dan resiko.

Kedelapan, memberi kebebasan berkreasi dan berpendapat serta pendelegasian wewenang. Nabi bukan pemimpin otokratis dan militeristis. Selain wewenang kerasulan yang hanya diperuntukkan bagi dirinya oleh Allah swt., wewenangnya selaku pemimpin umat dan negara sebagian ada yang didelegasikan kepada pejabat bawahannya. Selain itu, nabi memberikan kebebasan berpendapat kepada sahabat yang diangkat menduduki suatu jabatan.

Kesembilan, Nabi adalah pemimpin kharismatis dan demokratis. Muhammad saw memang orang yang terpilih untuk ditugaskan sebagai rasul. Karena itu, kepadanya dikaruniakan kharisma yang memikat dan memukau. Gerak dan langkahnya terlihat indah. Tutur katanya menggetarkan hati dan terasa sejuk. Kekuatan kharismatis yang ia peroleh tidak dibangun melalui jalan pengkultusan atau menempuh upaya-upaya tertentu. Kewibawaan yang dimilikinya bukanlah kewibawaan semu, tetapi kewibawaan murni yang lahir dari kebenaran dan kemurnian misi yang diembannya. Kepatuhan orang kepada dirinya bukanlah karena terpaksa atau takut, tetapi karena rela. Orang patuh kepada perintah dan larangannya yang hampir seluruhnya berasal dari Allah swt. Bukan hanya ketika berada di depannya, tetapi juga ketika sendirian dan bersembunyi.

Kepemimpinan rasul juga bertipe demokratis, suatu tipe kepemimpinan yang dikehendaki dan dianggap ideal pada zaman modern ini. Sesuai dengan perintah Allah swt., rasul selalu bermusyawarah dalam hal-hal yang mengatur hubungan antar manusia, mu’âmalah atau hal-hal yang bersifat duniawi, yang tidak ada ketentuan langsung dari Allah swt. Sifat demokratis kepemimpinan nabi ini ditunjukkan pula oleh sikapnya yang terbuka terhadap kritik dan mendengar pendapat dan saran orang lain. Sikap mendengar pendapat dan saran orang lain ditunjukkan oleh hadis yang menyatakan, “Terimalah nasehat walaupun datang dari seorang budak hitam.”

Oleh karena itu, pergantian dari masa Khulafa’ al-Rasyidun ke masa dinasti Umayyah dipandang oleh Robet N. Bellah sebagai kegagalan sistem Islam yang menghendaki pemilihan pimpinan politik tertinggi secara terbuka dan demokratis dan berubah menjadi sistem penunjukan atau yang menyerupai itu secara tertutup dan otoriter. Kegagalan itu terjadi karena prasarana sosial untuk mendukung sistem politik Islam yang modern saaat itu belum ada.

Kesimpulan

Berbagai informasi tentang sejarah hidup Nabi Muhammad saw. yang telah diungkapkan di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa sebuah misi apapun, termasuk juga misi agama, dapat berhasil bila didukung oleh SDM-SDM yang cukup handal yang memiliki sifat-sifat seperti Nabi saw. Yang terpenting dari itu semua adalah bahwa Nabi dapat berhasil karena empat hal: 1) karakter Nabi yang mulia dan terpuji; 2) perjuangannya yang dilakukan terus-menerus tanpa putus asa dan tanpa pamrih; 3) strateginya yang sangat jitu; dan 4) dan kedekatannya dengan Allah swt. memberikan kekuatan spiritual yang sangat dahsyat dalam rangka menopang dan mewujudkan tugas yang maha berat tersebut. Mudah-mudahan kita bisa meneladaninya. Âmîn yâ mujîb al-sa`ilîn.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Mustafa Yaqub. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, cet. ii. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.

Ali Syari’ati. Rasul Sejak Hijrah Hingga Wafat: Tinjauan Kritis Sejarah Nabi Periode Madinah, cet. iii Bandung: Pustaka Hidayah, 1996.

Fazlur Rahman. Islam, terj. Ahsin Mohammad, cet. ii. Bandung: Pustaka, 1994.

_______. Tema Pokok Alquran, ter. Anas Mahyudin, cet.i . Bandung: Pustaka, 1984.

Husain Haikal, Muhammad. Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah, cet. xxxviii. Bogor: Litera Antar Nusa, 2009.

Murtaza Mutahhari. Noble Character of the Holy Prophet (Sira-i-Nabawi). Tehran: Al-Hoda International, 2003.

Nurcholish Madjid. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina, 1998.

_______. Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina, 1995.

Nourouzzaman Shiddiqi. Jeram Jeram Peradaban Muslim, cet. I . Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

Robert N. Bellah, ed. Beyond Belief. New York: Harper and Row, edisi paper back, 1976.

Yasin T. Al-Jibouri. Muhammad Prophet and Messenger of Allah. Qum Ansariyan, 2008.

Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, terj. Anas Mahyuddin (Bandung: Pustaka, 1983), hlm 1-25.;

Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, hlm 54-61.

Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Mohammad. Bandung: Pustaka, 1994, hlm. 1-6..

Fazlur Rahman, Islam, hlm. 7-12; Mengenai sejarah perjuangan Nabi Muhammad saw. di Mekkah dan Madinah, dapat dibaca karya Muhammad Husein Haykal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Awdah. Jakarta: Litera Antar Nusa, 2009.

Fazlur Rahman, Islam, hlm. 12-16; Mengenai Perjuangan Nabi di Madinah, lebih jauh dapat dibaca Ali Syari’ati, Rasulullah saw. Sejak Hijrah Hingga Wafat: Tinjauan Kritis Sejarah Nabi Periode Madinah (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996).

Mengenai hal ini, lebih jauh dapat dibaca Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.

Nourouzzaman Shiddiqi. Jeram Jeram Peradaban Muslim, cet. I . (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 102-103.

Nourouzzaman Shiddiqi. Jeram Jeram Peradaban Muslim. 104-105.

Nourouzzaman Shiddiqi. Jeram Jeram Peradaban Muslim, hlm. 105-106.

Nurcholish Madjid. Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1998), hlm. 123-124; lihat juga Robert N. Bellah, ed. Beyond Belief (New York: Harper and Row, edisi paper back, 1976), hlm. 151.

Ali Masrur Abdul Ghaffar

Peran “Biong” dalam Sejarah Kawasan Puncak

Sebelum pemerintahan Hindia Belanda membangun Istana Bogor pada tahun 1745, kawasan Puncak adalah sebuah hutan rimba. Namun, begitu Gubernur Jenderal Gustaf Willem Baron van Imhoff (1743-1750) membangun Istana Bogor, terjadi pembabatan pohon di kawasan hutan di Puncak, Bogor. Sebab, Puncak termasuk wilayah yang akan dijadikan sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal.


Pada 1746, salah seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda keturunan Jerman yang memiliki reputasi baik ini menggabungkan sembilan distrik (Cisarua, Pondok Gede, Ciawi, Ciomas, Cijeruk, Sindang Barang, Balubur, Dramaga dan Kampung Baru) ke dalam satu pemerintahan yang disebut Regentschap Kampung Baru Buitenzorg. Dalam perkembangan berikutnya, nama Buitenzorg dipakai untuk menunjuk wilayah Puncak, Telaga Warna, Megamendung, Ciliwung, Muara Cihideung, hingga puncak Gunung Salak, dan puncak Gunung Gede.



Pembabatan hutan besar-besaran terjadi pada abad ke-19, dimana Puncak akan dijadikan perkebunan teh. Selama hampir dua abad sampai sekitar 1920-an, alih fungsi Puncak dari hutan menjadi perkebunan dan lokasi peristirahatan bagi Gubernur Jenderal terus berlangsung.



Sesungguhnya, pada masa kolonial masalah penebangan pohon mendapat perhatian yang sangat ketat dari pemerintah. Jika bukan untuk keperluan pemerintah atau Gubernur Jenderal, tak ada yang boleh menebang pohon sembarangan.Meskipun tanah-tanah partikelir dikuasai oleh para tuan tanah, penebangan pohon hanya diizinkan terhadap pohon-pohon yang sudah mati. Pemilik tanah tetap tidak boleh menebangi pohon yang tumbuh di atas tanahnya tanpa seizin pemerintah. Apabila ada tuan tanah yang berani menebang pohon hidup tanpa seizin pemerintah, ia akan didenda sebesar 25 gulden. Bahkan hakim polisi dapat mengadili mereka yang menebang pohon yang sudah mati, karena hal tersebut dikategorikan sebagai pencurian kayu pohon.



Pengadilan negeri akan menangani mereka yang tersangkut masalah penebangan pohon jika angkanya lebih dari 25 gulden. Dalam koran Bataviasche Landbouw Vereeninging terbitan 30 Agustus 1915, dibahas masalah penebangan pohon ini, dimana telah terjadi sebanyak 208 kasus.


1341349546531513232


Jalanan di Puncak pada 1915.



Ketika masa kolonial berakhir, perkebunan teh dialihkan ke pemerintah Indonesia di bawah PT. Perkebunan Nusantara VIII. Bersamaan dengan itu, alih fungsi Puncak mulai meningkat, dimana seiring dengan pertumbuhan penduduk di wilayah Bogor dan sekitar.Jika pada 1975, saat terjadi pemekaran wilayah Jabodetabek, jumlah penduduk Bogor baru 1.855.981 jiwa, meningkat pada 1980 menjadi 2.823.201 jiwa. Di tahun itu pula,jalan tol Jagorawi dioperasikan oleh PT. Jasa Marga, sehingga memudahkan akses ke Bogor maupun Puncak. Kondisi itu memudahkan orang Jakarta menuju Bogor dan kemudian ke Puncak.



Luas pemukiman Puncak pun meningkat menjadi 64 kali lipat dalam waktu 22 tahun, sejak 1970-an. Pengalihan wilayah dari hutan dan perkebunan menjadi vila dan pemukiman begitu cepat meningkat.Vila-vila tumbuh di wilayah ini. Di antara vila-vila tersebut ada yang berdiri di atas bekas perkebunan teh Ciliwung, Gunung Mas. Dampak dari pembangunan vila-vila tersebut, ketika hujan tiba, air hujan langsung masuk ke anak-anak sungai Ciliwung dan menyebabkan banjir di Bogor maupun Jakarta. Tidak ada lagi kemampuan resapan air, karena penebangan pepohon di wilayah tersebut.



Tahukah Anda? Kawasan hutan dapat menahan air hujan 85-98 persen. Lalu kawasan perkebunan berdaya serap 37-79 persen. Ketika kawasan Puncak menjadi kawasan pemukiman atau dibuat vila, maka daya serapnya tinggal 30-65 persen. Akibat alih fungsi ini, air dari Puncak menyumbang 17 meter kubik yang masuk ke Jakarta, karena daya serap kurang. Sementara di perkotaan, daya serap cuma mampu 5-50 persen. Jadi jangan heran jika Jakarta selalu banjir.



Menurut buku Gagalnya Sistem Kanal karya Restu Gunawan (Kompas, 2010, hal 94). Setiap tahun, berdiri vila-vila baru di bekas perkebunan teh Ciliwung, yang menyebabkan kehilangan lahan sekitar 600 hektar. Lahan-lahan ini dijarah oleh warga. Konon, sudah sejak 1970-an, perkebunan Ciliwung, yang luasnya sekitar 300 hektar, dikuasai oleh penggarap.



Kompasianers, pengalihan fungsi lahan ini sangat terkait dengan keberadaan biong. Biong adalah istilah untuk makelar yang menjadi perantara petani penggarap dengan kalangan berduit, yang ingin memiliki vila di kawasan Puncak. Biong sendiri artinya Biang Bohong.



Keberadaan Biong ini diakui sendiri oleh Haji Teteng yang konon seorang biong tersohor di Gunung Mas. Menurutnya, biong ini melibatkan RT/ RW dan aparat setempat, pihak perkebunan, dan notaris untuk melakukan pengalihan fungsi lahan menjadi vila.



Pada 1980-an, tanah garapan per meter dihargai Rp 2.500 sampai Rp 100.000. Harga itu tergantung dari lokasi tanah yang akan dibuat vila. Jika panoramanya luar biasa, tentu tanah akan mahal harganya, begitu pula sebaliknya. Begitu tanah sudah dibeli, para biong juga menawarkan jasa untuk mengurus izin pembangunan vila. Belum cukup, biong juga menawarkan jasa lain, seperti menyediakan SDM untuk membuat vila, membuat jalan masuk, dan menjadi penjaga vila.



Sampai kini, biong-biong masih tetap eksis. Sampai menjadi penjaga vila, mereka masih berprofesi sebagai makelar. Jika bukan menjadi makelar tanah, biasanya para biong juga menjadi makelar wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) yang siap melayani pria hidung belang penyewa vila. Tentu Anda tahu, ketika kita menyisir kawasan Puncak, banyak pria-pria yang memberikan kode dengan menggunakan lampu senter dan menwarkan: “Vila! Vila! Vila!”. Mayoritas dari mereka itu adalah biong.

Akang Jaya