Ada sepasang suami istri, sebutlah namanya Paijo dan Patmi, mereka memiliki kuda piaraan yang semakin lama semakin kurus dan nampak kurang sehat. Melihat kuda tersebut si istri menyarankan sang suami untuk menjual saja kuda yang tidak berguna tersebut. Tapi Paijo sebenarnya masih sayang sama kuda tersebut, namun si istri dengan cerewetnya menyuruh Paijo untuk menjual kuda tersebut.
Akhirnya Paijopun menurut saja apa kata sang istri untuk menjual kuda tersebut. Maka pada suatu pagi yang cerah berjalanlah sepasang suami istri tersebut menuju ke pasar hewan untuk menjual kuda tersebut. Mereka berdua bergantian menuntun kuda tersebut, karena jarak pasar cukup jauh, Paijo yang kurus nampak terengah-engah napasnya, bahkan keluar suara "ngik-ngik" dari hidungnya. sedangkan Patmi, si istri yang tambun sekali badannya hampir saja jatuh pingsan karena kepenatan berjalan.
Dalam keadaan seperti itu, beberapa orang yang lewat dan memandangi mereka dengan penuh iba. Salah seorang bertanya, "Mau dibawa kemana kuda itu ?"
Paijo menjawab, "Mau saya bawa ke pasar hewan".
"Itu kuda hidup atau kuda mati ?" tanya orang itu lagi.
Paijo heran, "tidakkah kamu liat, kuda inikan masih bisa jalan ?"
"Kalau kuda itu masih hidup, seharusnyakan dinaiki saja bergantian, biar tidak capai !, ujar orang tersebut.
Paijo dan Patmipun berfikir, "wah....benar juga ya..., kenapa nggak dinaiki saja bergantian, biar nggak capai."
Maka Paijo-pun menyuruh istrinya untuk menaiki kuda tersebut dan dia menuntunnya dari depan. Baru beberapa meter mereka berjalan, lewat lagi tiga orang kampung yang baru datang dari kebun. Mereka geleng-geleng kepala sambil berkata, "Dasar istri neraka, mana baktinya kepada suaminya yang kurus begitu, enak-enakan dia yang gemuk duduk diatas kuda sedangkan suaminya dibiarkan terengah-engah berjalan."
Mendengar omongan orang kampung tersebut, si istri langsung segera turun dari kuda, "Bang, engkau saja yang naik kuda, aku turun saja."
Si Paijo kegirangan, memang dia sudah kelelahan. Dia segera naik kuda tersebut dan si istri yang menuntun kuda tersebut dari depan.
Belum lagi hilang penat si Paijo, lewat lagi beberapa orang kampung, dan diantara mereka ada yang paling tua berkata, "Huhuhh...suami kurang ajar, Istrinya yang jalannya kayak siput laut begitu disuruh menuntun kuda, sedang dia malah enak-enakan ongkang-ongkang kaki diatasnya. Barangkali di rumah jadi raja dia, raja terhadap istrinya."
Paijo, sambil menunduk mendengarkan pembicaraan orang-orang tersebut. Begitu mereka sudah berlalu, Paijo segera turun dari kuda tersebut dan kebingungan, "Kenapa semuanya jadi serba salah begini, jadi bagaimana ? ah...ya...kita naiki saja kuda ini berdua", usul Paijo dan istrinyapun menyetujuinya.
Maka dengan gembira sepasang suami istri tersebut menaiki kuda tersebut. Nah...aman sekarang, begitu fikiran mereka.
Tiba - tiba mereka terkejut oleh suara bentakan, "Hai, manusia kejam ! Itu kuda sudah hampir mampus. Jalan sendiri saja nyaris tidak kuat. Dia, kan juga makhluk Allah. Kalian ini manusia punya akal dan perasaan. Dimana rasa iba kalian, hai manusia kejam ?"
Paijo melihat, yang membentak itu adalah seorang pembesar negeri. Maka cepat-cepat mereka turun. Dipandanginya kuda itu. Betul hampir mati kelelahan membawa beban di punggungnya. Tapi bagaimana caranya membawa ke pasar hewan ? Dituntun salah, dinaiki sendiri dimarahi orang, istrinya yang naik dibilang kurang ajar, dinaiki berdua jadi kejam. Lantas bagaimana ?
Memandangi suaminya kebingungan, si istri memberi saran, "Kita gotong saja, Bang."
"Ah...beetul, itu ide bagus", ujar si suami.
Maka kuda itupun akhirnya diikat pada sepotong kayu, dan di gotong ke pasar hewan. Sesampainya di gerbang menuju ke kota, lewat beberapa orang pedagang, mereka terheran-heran menyaksikan suami-istri yang menggotong seekor kuda.
"Kelihatannya kuda tersebut masih cukup sehat", kata salah seorang dari mereka kepada kawannya.
Maka si pedagang tersebut kemudian bertanya kepada Paijo, "Kuda itu lumpuh ya....?"
Karena yang bertanya seorang pedagang, buru-buru Paijo berkata, "Oh...tidak, kuda ini masih kuat berlari kok."
"Masih kuat lari. Kuda masih kuat lari begitu kok di gotong-gotong seperti itu. Dasar dunia sudah terbalik. Mengapa tidak dituntun saja, biar Bapak dan Ibu tidak capai-capai menggotongnya. Huh dasar kurang waras".
Habis sudah kesabaran Paijo dan Istrinya. Salah saja yang ditemuinya di sepanjang jalan. Maka ditingalkannya saja kuda tersebut dipinggir jalan, dan mereka pulang dengan sia-sia. Itulah keputusan yang diambilnya, keputusan paling bodoh akibat tidak percaya kepada pendirian sendiri.
Karena itu kalau sudah punya niat, perbuatlah dengan segera asalkan tidak bertentangan dengan syariat agama, dan jangan terombang-ambing dengan perkataan dan pendapat orang lain. Kerjakan sampai selesai dan tercapai apa yang menjadi cita-cita kita.