Bertahun-tahun beredar di luar angkasa, sejumlah sampah antariksa segera jatuh ke bumi. Setidaknya akan ada dua sampah yang meluncur ke bumi dalam waktu dekat. Sampah Spelda dan Rosat. Dua jenis sampah raksasa ini punya riwayat masing-masing.
Spelda adalah bekas dudukan satelit. Dari roket Ariane milik Perancis. Sedang Rosat, yang merupakan singkatan dari Roentgen Sattelite, adalah satelit milik Badan Antariksa Jerman. Nah, si Spelda itu akan jatuh besok, Sabtu 22 Oktober 2011.
Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lapan, Thomas Djamaluddin, menguraikan bahwa Spelda diperkirakan akan jatuh ke bumi mendahului Rosat. Bahkan, berdasarkan pemantauan yang dilakukan Lapan, Spelda itu diperkirakan jatuh di wilayah Indonesia.
"Perkiraannya selalu berubah. Tapi perkiraan terakhir Spelda jatuh Sabtu, sekitar pukul 09.00. Jatuhnya diduga di dekat Papua," ujar Thomas, 21 Oktober 2011.
Sedangkan Rosat, seperti diprediksi oleh pengamat dari Badan Astronomi Jerman, diperkirakan jatuh ke bumi pada 22 atau 24 Oktober 2011. Rosat diprediksi jatuh di sekitar kawasan Pasifik.
Saat ini, Rosat diperkirakan sedang berjalan mendekati Bumi. Dengan orbit lingkar di ketinggian 145 mil atau 236 kilometer, dan kemiringan sudut 53 derajat.
Seberapa Berbahaya?
Setiap benda angkasa luar yang jatuh pasti akan lebih dulu terkikis permukaan atmosfer. Atmosfer itulah yang berfungsi sebagai perisai bumi. Tapi jika benda yang jatuh tak habis dikikis atmosfer, tentu ia akan sampai tanah. Berpotensi melukai mahluk hidup termasuk manusia.
Mari kita bedah dua sampah dari angkasa luar itu. Spelda atau Structure Porteuse Externe de Lancement Double Ariane, merupakan dudukan satelit di bekas roket Ariane milik Perancis. Ia merupakan komponen roket untuk meluncurkan satelit ke angkasa luar. Ukuran sebesar bus kota.
Lalu bagaimana dengan Rosat? Badan Antariksa Jerman, Deutsches Zentrum für Luft und Raumfahrt (DLR) memperkirakan bahwa sekitar 1,7 ton bagian satelit Rosat akan lolos dari kikisan atmosfer. Artinya sebesar itulah benda ini yang akan menghujam bumi.
Bagaimana bentuknya? Para ahli Jerman menyebutkan bahwa benda itu diperkirakan akan terpotong menjadi 30 bagian. Semuanya terdiri dari kaca dan fragmen keramik.
Ukuran Spelda dan Rosat memang lebih kecil dibanding satelit lain. Salah satu yang lebih besar dari itu adalah Upper Atmosphere Research Satellite (UARS) milik Badan Antariksa Amerika (NASA).
Meski tidak begitu besar, Lapan akan terus memantau jatuhnya dua sampah antariksa itu. Menurut Thomas, masa kritis dari jatuhnya sampah antariksa adalah saat ia berada di ketinggian sekitar 200 kilometer.
"Masa kritis adalah saat benda angkasa itu mulai memasuki atmosfer padat. Kemudian pada ketinggian 100 kilometer mulai terbakar dan pecah," jelas Thomas. Lalu apakah berbahaya bagi manusia? Tentu saja iya, jika sampah itu jatuh di permukiman padat penduduk. Itu sebabnya Lapan membantu habis Spelda yang diperkirakan jatuh di wilayah Papua itu. Tapi Lapan dan para ahli dari negara lain memperkirakan sampah itu akan mnghujam laut.
Begitu pula dengan Rosat. Lapan juga memprediksi bahwa Rosat akan jatuh di sekitar kawasan di Samudera Pasifik. Lokasi jatuhnya akan jauh dari Indonesia. Lebih dekat ke wilayah Amerika Serikat atau Kanada.
Selama ini, jalur orbit yang dilalui satelit memang akan menjadi jalur jatuh, yang sengaja diatur jauh dari pemukiman. Yang jatuh ke kawasan berpenghuni juga sangat sedikit. Umumnya jatuh ke ke laut, hutan atau gurun. "Peluang jatuh ke permukiman itu kecil sekali. Satu berbanding ribuan," tutur Thomas.
Sekitar 19 Ribu Sampah Antariksa
Apakah sampah di luar angka itu masih banyak? Banyak sekali. Setidaknya sekitar 18 hingga 19 ribu sampah. Rupa-rupa ukuran. Dari sekepalan tangan hingga sampah satelit berukuran raksasa.
Selama ini, yang menjadi perhatian para ahli adalah sampah berukuran raksasa. Misalnya, bangkai roket dan satelit, seperti saat satelit milik Amerika Serikat, Upper Atmosphere Research Sattelite (UARS), yang jatuh ke bumi akhir September lalu.
Berapa kecepatannya menghujam ke bumi? Setiap sampah beda-beda. Tapi sangat cepat. Rata-rata 8.000 kilometer per detik. Lantaran begitu cepat, lembaga pengamatan antariksa cuma bisa mengamati. Sulit mengantisipasi.
Meski orbit satelit memiliki lajur yang teratur, Thomas mengingatkan agar Indonesia tetap mewaspadai jatuhnya sampah antariksa. Apalagi, Indonesia berada di garis ekuator, wilayah yang sering dilalui orbit satelit.
Lantaran sering dilalui orbit satelit itu, sampah itu sudah beberapa kali jatuh di Indonesia. Sejauh ini, setidaknya sudah ada tiga roket antariksa yang pernah jatuh di wilayah Indonesia. Tahun 1981 jatuh di Lampung. Tahun 1988 jatuh di Gorontalo. Dua sampah itu merupakan tabung roket milik Uni Soviet, negara yang kini berganti nama menjadi Rusia.
Yang terbaru adalah sampah yang jatuh di Bengkulu tahun 2003. Sampah yang terakhir itu adalah pecahan roket China. Dari semua sampah yang jatuh itu, lanjut Thomas yang menjadi Profesor Riset Astronomi-Astrofisika di Lapan ini, tidak ada yang melukai penduduk.
| Space.com | BBC